Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Delima Silalahi, Penerima Nobel Hijau 2023: Perjuangan Belum Usai

image-gnews
Delima Silalahi pemenang Goldman Environmental Prize. Dok. Pribadi
Delima Silalahi pemenang Goldman Environmental Prize. Dok. Pribadi
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) Delima Silalahi terpilih sebagai salah satu penerima Goldman Environmental Prize 2023. Penganugerahan penghargaan yang dikenal sebagai Nobel Hijau ini diselenggarakan di San Francisco, Amerika Serikat, pada Senin, 24 April 2023

Tiap tahunnya, Goldman Environmental Foundation memberikan penghargaan kepada aktivis lingkungan akar rumput dari enam benua di dunia atas upaya yang signifikan dalam melindungi alam. Mereka dilukiskan sebagai, "ordinary people who take extraordinary actions to protect our planet" dan Delima terpilih untuk wilayah benua kawasan pulau dan negara kepulauan. 

Sepak terjang Delima mendapat apresiasi, antara lain berkat advokasi yang dilakukannya, pemerintah Indonesia menetapkan hak pengelolaan atas 7.213 hektare hutan adat kepada enam kelompok masyarakat Tano Batak pada Februari 2022 lalu. “Penghargaannya walaupun atas nama individu tetapi sebenarnya untuk gerakan masyarakat adat di Tano Batak," kata Delima kepada Tempo, 28 April 2023.

Dia menuturkan, dari 7.213 hektare lahan tersebut, 884 hektare merupakan kawasan hutan negara dan 6.333 hektare didapat dari lahan perusahaan pulp dan kertas PT Toba Pulp Lestari (TPL). Perusahaan itu mengambil alih hutan kelola masyarakat untuk dijadikan kebun eukaliptus, yang bukan merupakan tanaman asli setempat dan monokultur. Hal itu mengganggu tumbuhnya jenis pohon penghasil kemenyan (getah kering) yang menjadi sumber kehidupan masyarakat Tano Batak.

TPL dapat melakukan itu karena sebelumnya tidak ada pengakuan resmi bagi masyarakat adat atas wilayah tersebut. Hingga pada 2012, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35 menegaskan bahwa hutan negara tidak termasuk hutan adat. Delima dan KSPPM menggunakan momentum itu untuk memperkuat perjuangan menuntut status kepemilikan atas hutan adat di Tano Batak.

Bersama enam komunitas yang mendiami hutan seputar Danau Toba tersebut, mereka melakukan pemetaan wilayah, menjelaskan aturan hukum yang baru kepada masyarakat adat, dan membangun strategi kampanye.

Bergabung dengan KSPPM

Delima bergabung dengan KSPPM, lembaga yang mendampingi masyarakat adat dalam isu lingkungan dan pemenuhan hak, pada 1999. Dengan latar belakang pendidikan lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU), dia mengaku tertarik pada isu sosial dan lingkungan.

Mundur lebih jauh, masa kecil Delima sebagai anak guru banyak dihabiskan dengan bermain di sawah orang lain dan melihat banyak sungai. Dia juga mengakrabi kehidupan teman-temannya yang berasal dari keluarga petani kemenyan. Menurut Delima, mereka yang seharusnya kaya karena mengelola tumbuhan endemik Tano Batak menjadi kian miskin.

Delima Silalahi bersama komunitasnya di Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM). (FOTO/EDWARD TIGOR)

"Penghasilannya menurun dari tahun ke tahun sejak adanya PT Indorayon yang kini disebut TPL," kata dia.

Saat kuliah, Delima mulai menyadari banyak sekali persoalan lingkungan di sekitarnya, seperti penebangan liar dan demo besar-besaran untuk menutup PT Indorayon. Hal ini mendorongnya untuk mempelajari dampak perusahaan-perusahaan terhadap hutan adat, yang dia lakukan bersama KSPPM.

Kini, dia sudah beraktivitas selama 23 tahun di KSPPM. Lembaga yang beralamat di Tapanuli Utara ini telah berdiri selama 40 tahun.

Baca halaman berikutnya: merebut kembali hutan adat, peran penting perempuan, dan perjuangan yang belum usai

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Ketua Adat Sorbatua Siallagan Ditangkap Polda Sumut Atas Laporan Toba Pulp Lestari

29 hari lalu

Sejumlah massa yang tergabung dalam Aliansi Gerak Tutup TPL melakukan aksi di depan Kementerian Koordiator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jakarta, Rabu, 24 November 2021. Aksi tersebut menyampaikan tuntutan agar Kemenko Kemaritiman dan Investasi mencabut izin konsesi PT Toba Pulp Lestari (PT TPL) dari wilayah adat serta menghentikan kriminalisasi kepada masyarakat adat Tano Batak. TEMPO/Muhammad Hidayat
Ketua Adat Sorbatua Siallagan Ditangkap Polda Sumut Atas Laporan Toba Pulp Lestari

Sorbatua Siallagan gencar melawan upaya pencaplokan Toba Pulp Lestari. Ia dilaporkan karena menduduki kawasan hutan di area konsesi PT TPL.


2 Ketua Adat Ini Ditangkap Polisi karena Mempertahankan Lahan

29 hari lalu

Ilustrasi tanah adat. Shutterstock
2 Ketua Adat Ini Ditangkap Polisi karena Mempertahankan Lahan

Ketua adat Dolok Parmonangan Sorbatua Siallagan berurusan dengan polisi, karena mempertahankan tanah warisan leluhurnya


Nikson Nababan Perjuangkan Hutan Adat di Tapanuli Utara

30 hari lalu

Nikson Nababan Perjuangkan Hutan Adat di Tapanuli Utara

Bupati Tapanuli Utara (Taput), Nikson Nababan, sukses memperjuangkan hutan negara seluas 15.879 Hektare (Ha) menjadi hutan adat, di Kabupaten Tapanuli Utara.


Berjuang Mempertahankan Tanah Adat, Ketua Komunitas Adat Dolok Parmonangan Ditangkap Polda Sumut

33 hari lalu

Ilustrasi tanah adat. Shutterstock
Berjuang Mempertahankan Tanah Adat, Ketua Komunitas Adat Dolok Parmonangan Ditangkap Polda Sumut

Aliansi Masyarakat Adat Nasional menduga kriminalisasi tersebut buntut perjuangan masyarakat mempertahankan tanah adat dari penguasaan PT TPL.


Hari Hutan Internasional: Laju Deforestasi Hutan Tiap Tahun Mengkhawatirkan

35 hari lalu

Penggundulan hutan di India. [www.nature.com]
Hari Hutan Internasional: Laju Deforestasi Hutan Tiap Tahun Mengkhawatirkan

Hari Hutan Internasional diperingati setiap 21 Maret. Sejarahnya dimulai 2012 yang diprakarsai oleh PBB untuk membantu dan mendukung konservasi hutan


Apakah Itu Tanah Adat, Tanah Ulayat, Hutan Adat, dan Hutan Negara?

1 Februari 2024

Ilustrasi tanah adat. Shutterstock
Apakah Itu Tanah Adat, Tanah Ulayat, Hutan Adat, dan Hutan Negara?

Tanah adat, tanah ulayat, hutan adat, dan hutan negara adalah konsep-konsep yang mencerminkan hubungan kompleks antara manusia dan lingkungannya.


Suku Awyu Papua Gelar Aksi di Istana Negara, Tuntut Hak Hutan Adat

11 Mei 2023

Suku Awyu bersama koalisi Selamatkan Hutan Papua saat aksi damai di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis, 11 Mei 2023. Dok: Tempo/Nabiila Azzahra
Suku Awyu Papua Gelar Aksi di Istana Negara, Tuntut Hak Hutan Adat

Masyarakat adat suku Awyu Papua menggelar aksi damai di depan Istana Negara untuk menuntut hak atas tanah.


Perjuangkan Hutan Adat, Suku Awyu Minta Komnas HAM Bentuk Tim Advokasi

10 Mei 2023

Masyarakat adat suku Awyu, Papua Selatan melakukan audiensi dengan Komnas HAM di Jakarta Pusat, Selasa, 9 Mei 2023. dok: Nabiila Azzahra/Tempo
Perjuangkan Hutan Adat, Suku Awyu Minta Komnas HAM Bentuk Tim Advokasi

Suku Awyu asal Papua melakukan audiensi dengan Komnas HAM terkait hutan adat yang terancam konsesi perusahaan sawit, Selasa, 9 Mei 2023.


Aktivis lingkungan Asal Sumut Raih Penghargaan Internasional Goldman 2023

24 April 2023

Delima Silalahi peraih penghargaan internasional Anugerah Lingkungan Goldman 2023. (ANTARA/HO-Edward Tigor)
Aktivis lingkungan Asal Sumut Raih Penghargaan Internasional Goldman 2023

Seorang aktivis lingkungan tingkat akar rumput bernama Delima Silalahi yang berasal dari Tapanuli Utara meraih penghargaan Goldman 2023.


Bupati Ajukan 3 Ribu Hektare Lahan di Rejang Lebong Jadi Kawasan Hutan Adat

17 Maret 2023

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menggelar kirab budaya sebagai acara pembuka Rakernas ke-VII di Rejang Lebong, Bengkulu, Jumat, 17 Maret 2023.  TEMPO/Rosseno Aji
Bupati Ajukan 3 Ribu Hektare Lahan di Rejang Lebong Jadi Kawasan Hutan Adat

Bupati Rejang Lebong Syamsul Effendi mengatakan tengah mengajukan 3 ribu hektare lahan di daerahnya menjadi kawasan hutan adat ke KLHK