TEMPO.CO, Jakarta - Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual atau Satgas PPKS Universitas Indonesia (UI) ramai dibicarakan setelah melakukan mogok penerimaan aduan kasus sejak 24 Juli 2023 lantaran tak mendapat bantuan operasional dari universitas. Merespons hal tersebut, Komnas Perempuan menyebut tingkat komitmen perguruan tinggi untuk mendukung satgas memang masih beragam.
“Memang kan ini kebijakan baru, ya, baru satu tahun dua tahun ini. Kadang-kadang memang komitmen dari perguruan tinggi itu beragam. Ada yang sangat bagus, ada yang kurang bagus,” kata Komisioner Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah kepada Tempo, Jumat, 28 Juli 2023.
Alimatul memberikan contoh dari Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang berjumlah total 59, dan baru 32 di antaranya berkomitmen untuk membentuk Satgas PPKS. Berbeda dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang sudah 100 persen membentuk Satgas PPKS, yaitu sebanyak 125 perguruan tinggi.
Sedangkan, berdasarkan informasi dari situs Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) per Februari 2023, baru sebanyak 20 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang sudah membentuk satgas, sementara 109 lainnya masih dalam proses pembentukan.
Menurut Alimatul, hal ini menunjukkan bahwa situasi dan kondisi satgas berbeda antara satu kampus dengan yang lainnya, dari angka pembentukan satgas hingga komitmen kampus untuk mendukungnya. Bukan hanya terjadi di UI, Satgas PPKS di beberapa perguruan tinggi lain juga pernah mengalami hambatan karena tidak menerima bantuan operasional dari universitas.
Sementara itu, Kemendikbudristek mengklaim sudah menindaklanjuti insiden yang terjadi di UI. Untuk memastikan supaya tidak terjadi hal serupa di kampus lain, Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Kemendikbudristek Nizam mengatakan sudah ada tim pemantau implementasi Satgas PPKS di bawah Inspektorat Jenderal dan Pusat Pembinaan Karakter.
“Jadi, kalau ada masalah dalam implementasi Permen PPKS dapat melapor ke sana,” kata Nizam kepada Tempo, Kamis, 27 Juli 2023.
Peningkatan laporan kasus
Kenaikan kepercayaan masyarakat untuk melaporkan kasus, termasuk di lingkungan perguruan tinggi, terlihat mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan 2023 yang melaporkan peningkatan data kekerasan seksual dari 2022.
Di dalam catatan tersebut, data dari perguruan tinggi belum berhasil dikumpulkan seluruhnya untuk dimasukkan. Alimatul menyebut Komnas Perempuan sudah mengusahakan agar satgas-satgas kampus turut mengisi dokumen Catahu, namun upaya ini belum terwujud.
"Mudah-mudahan tahun depan bisa mewujudkan agar data itu terpusat,” kata Alimatul.
Meski begitu, dari komunikasi yang dilakukan Komnas Perempuan selaku badan pemantau dengan satgas-satgas perguruan tinggi, testimoni dari para satgas menunjukkan kecenderungan para korban untuk berani melaporkan kasus.
Mengambil contoh dari statistik Satgas PPKS UI, terhitung dari Januari hingga Juli, mereka sudah menerima dan menangani 29 laporan kasus yang terdiri dari kekerasan seksual fisik, verbal dan berbasis elektronik.
Alimatul pun menggarisbawahi hal serupa yang menarik dari kajian 21 tahun Catahu Komnas Perempuan, yaitu setelah 21 tahun, baru pada 2022 laporan kasus tertinggi yang diterima adalah kasus pelecehan. Selama 21 tahun sebelumnya, laporan terbanyak yang diterima selalu kasus perkosaan.
Alimatul mengartikan perubahan ini sebagai hal positif. Menurut dia, dengan kasus pelecehan lebih tinggi dilaporkan daripada kasus perkosaan berarti bentuk dan jenis kekerasan seksual, termasuk yang nonfisik sudah semakin dipahami oleh masyarakat luas.
Catahu 2023 Komnas Perempuan pun menyatakan bahwa peningkatan data kekerasan seksual mungkin dikarenakan adanya kebijakan yang mendukung korban sehingga masyarakat lebih mempunyai keyakinan untuk melaporkan kasus.
Harapan ke depan
Alimatul berharap para Satgas PPKS terus melakukan advokasi untuk peningkatan komitmen dari pimpinan. “Akan berat bagi Satgas PPKS jika wujud komitmen pimpinan hanya berupa Surat Keputusan atau aturan hitam di atas putih, tapi tidak didukung oleh fasilitas anggaran dan perlindungan,” kata dia.
Perlindungan merupakan hal penting, kata Alimatul, karena kadang-kadang pendamping dan tim satgas banyak mendapat intimidasi dari pelaku/terlapor yang kasusnya sedang diselesaikan. “Jadi paling tidak ada tiga: fasilitas, anggaran, dan perlindungan,” ujarnya.
Pilihan Editor: UI akan Penuhi Permintaan Satgas PPKS yang Mogok Terima Aduan Kasus Kekerasan Seksual