TEMPO.CO, Semarang - Gelombang penolakan kewajiban tinggal di ma'had bagi mahasiswa baru Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang mencuat. Ratusan mahasiswa menyampaikan penolakan melalui unjuk rasa di kampus tersebut pada Rabu, 9 Agustus 2023.
Mahasiswa menilai sarana dan fasilitas ma'had tak sepadan dengan harga yang dibayarkan. "Ada beberapa santri mengadukan masalah fasilitas seperti kamar mandi, kondisi kamar, dan masalah makan," ujar Menteri Koordinator Sosial Politik Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN Walisongo, Fuad Dhiyaulhaq, Kamis, 10 Agustus 2023.
Dia menyebut, sejumlah mahasiswa mengadukan makanan yang diberikan kepada mereka kondisinya tak layak. "Banyak yang basi. Juga makanan yang ada ulatnya," sebutnya. Foto kondisi makanan tersebut tersebar di media sosial.
Menurut dia, ada salah seorang mahasiswa yang mengeluhkan sakit di perut setelah memakan makanan di ma'had. Mahasiswa tersebut lantas dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Kota Semarang dan dirawat selama satu malam.
Mahasiswa yang diwajibkan tinggal di ma'had membayar uang masuk Rp 3 juta. Mereka terbagi menjadi dua. Ma'had di dalam kampus ditinggali mahasiswi. Sementara mahasiswa tinggal di ma'had mitra yang lokasinya di luar kampus.
Mahasiswi yang tinggal di ma'had dikenakan biaya makan Rp 450 ribu setiap bulan. Mereka diberi dua kali makan setiap pagi dan malam. Makanan yang dikelola ma'had ini kemudian dikeluhkan mahasiswa lantaran diduga beberapa kali telah basi.
Makanan pemberian ma'had itu juga satu-satunya pilihan ketika malam. Pasalnya, mereka tak bisa memasak di ma'had karena tak tersedia peralatan. Serta dilarang membeli makanan dari luar.
Selain itu, mereka juga dibebani biaya untuk membayar kitab yang diajarkan di ma'had. Kemudian untuk keperluan mencuci pakaian, mahasiswa di ma'had juga menggunakan jasa laundry seharga Rp 6 ribu per kilogram.
Biaya selama menjalani kewajiban tinggal di ma'had bagi mahasiswa baru tersebut dinilai memberatkan. Fuad menduga, dari 818 calon mahasiswa UIN Walisongo yang mengundurkan diri sebagian besar karena keberatan membayar biaya masuk ma'had dan uang kuliah tunggal atau UKT.
Pihak UIN Walisongo melalui keterangan pers menyebut kewajiban tinggal di ma'had merupakan mandat dari Kementerian Agama melalui Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 7272 Tahun 2019.
"Dalam keputusan tersebut dijelaskan bahwa pengembangan moderasi beragama dilakukan melalui Program Ma’had Al-Jami’ah yang ditujukan untuk mahasiswa di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam," kata Wakil Rektor UIN Walisongo Bidang Kamahasiswaan, Alumni, dan Kerjasama, Achmad Arief Budiman.
Menanggapi keluhan layanan seperti makanan yang dinilai tak layak, dia menyebut hal itu tak sepenuhnya benar. "Layanan katering bagi santri Ma’had al-Jami’ah bukanlah program wajib. Santri boleh memilih untuk meneruskan berlangganan katering pada bulan kedua atau berhenti berlangganan dan berupaya belanja sendiri untuk keperluan makan," tuturnya.
Pilihan Editor: Raih 4 Gelar di Usia 25 Tahun, Wiwit Nurhidayah Ingin Terus Belajar