TEMPO.CO, Jakarta - Menurut prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika disingkat BMKG, musim hujan di tahun 2024 dimulai pada November 2023 dan mencapai puncaknya sekitar Januari hingga Februari 2024. Setiap daerah akan mengalami curah hujan yang bervariasi, ada yang lebih tinggi atau lebih rendah dari biasanya.
Awal musim hujan biasanya berkaitan dengan perubahan angin muson timur menjadi angin muson barat. BMKG memprediksi angin muson timur masih akan aktif hingga November 2024, terutama di bagian selatan Indonesia, sementara angin muson barat akan datang lebih lambat dari biasanya.
Musim hujan diperkirakan menyeluruh di Indonesia pada bulan Maret hingga April, sehingga pada bulan Juli seharusnya sudah memasuki musim kemarau. Namun, hujan masih sering terjadi di berbagai wilayah Indonesia. BMKG menyatakan bahwa puncak musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia terjadi pada bulan Juli dan Agustus 2024. Meskipun demikian, hujan dengan intensitas rendah masih dapat terjadi.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau, tetapi hujan masih mungkin terjadi dengan intensitas curah hujan di bawah 50 mm per dasarian. Dia juga menyebutkan adanya potensi peningkatan curah hujan signifikan dalam sepekan ke depan di beberapa wilayah Indonesia akibat dinamika atmosfer skala regional hingga global, seperti aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO), Gelombang Kelvin, dan Rossby Equatorial. Faktor lain adalah suhu permukaan laut yang hangat di sekitar Indonesia yang mendukung pertumbuhan awan hujan.
Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, memperkirakan bahwa fenomena-fenomena cuaca tersebut dapat menimbulkan potensi hujan sedang hingga lebat yang disertai kilat dan angin kencang di sebagian besar wilayah Indonesia pada tanggal 5-11 Juli 2024. Wilayah yang diperkirakan terdampak meliputi Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Andri mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap kemungkinan bencana hidrometeorologi seperti longsor dan banjir bandang, terutama bagi yang tinggal di perbukitan, dataran tinggi, dan sepanjang daerah aliran sungai.
Terkait hujan lebat disertai angin kencang dan hujan es yang terjadi di Sawangan, Kota Depok pada 3 Juli, Andri menjelaskan bahwa kejadian tersebut disebabkan oleh awan Cumulonimbus (CB) yang terbentuk akibat konveksi kuat.
Proses hujan terjadi karena kondensasi uap air yang sangat dingin di lapisan atas atmosfer, di mana es yang terbentuk berukuran besar. Saat es turun ke lapisan atmosfer yang lebih rendah dan hangat, terjadi hujan. Namun, tidak semua es mencair sempurna, sehingga terjadi hujan es, dengan suhu puncak awan Cumulonimbus mencapai minus 80 derajat Celcius.
Pergantian musim saat ini sulit diprediksi karena berbagai faktor. Oleh karena itu, penting bagi Anda yang sering beraktivitas di luar ruangan untuk berhati-hati dan mengantisipasi datangnya hujan.
ANTARA
Pilihan editor: Hujan Deras di Musim Kemarau, Mengenal Apa Itu Rossby Ekuator