Muncul Perusahaan Lain di Konsesi Rimba Raya
Kemenangan Rimba Raya di PTUN masih semu, sebab KLHK tak hanya mencabut izin mereka. Kementerian disinyalir justru membiarkan PT Infinite Earth Nusantara—anak usaha Infinite Earth Limited—terdaftar pada Sistem Registri Nasional-Pengendalian Perubahan Iklim (SRN-PPI) dengan lokasi areal konsesi Rimba Raya. SRN-PPI merupakan platform aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim nasional.
“Sangatlah aneh jika ada pihak lain yang juga mengklaim sebagai yang berhak atas izin tersebut dan menimbulkan double counting,” kata Edbert. Dia mempertanyakan pertimbangan KLHK memberikan karpet merah kepada perusahaan asing itu untuk terdaftar dalam sistem nasional. Kata dia, ini paradoks dengan sikap kementerian yang acapkali mendengungkan isu kedaulatan negara. Bahkan dengan cara mencabut izin Rimba Raya dengan dalih pelimpahan hak kepemilikan karbon ke Infinite Earth Limited.
Karenaa alasan ini, Rimba Raya mengklaim akan terus memperjuangkan penguasaan konsesi di Seruyan. Edbert juga akan menghadapi bila KLHK nanti akan mengajukan banding, bahkan kasasi, atas kemenangan Rimba Raya di PTUN Jakarta. “Namun demikian, kami berharap KLHK dapat segera mengakhiri ketidakpastian akibat pencabutan izin tersebut dengan tidak melakukan upaya hukum banding dan kasasi.”
Sejak tiga hari terakhir, Tempo berupaya meminta konfirmasi dari KLHK melalui Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Dida Migfar Ridha. Konfirmasi terakhir dikirimkan ke ponselnya pada Selasa petang. Namun dia tak pernah merespons atas kemenangan Rimba Raya dan adanya double counting di konsesi seluas 36 ribu hektare tersebut.
Hal sama juga terjadi pada pelaksana tugas Kepala Biro Humas KLHK Nuke Mutikania yang tidak menanggapi pesan dan panggilan Tempo. Sementara Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Laksmi Dhewanti belum menjawab. Sebelumnya, Laksmi pernah menolak menjawab ketika ditanya ihwal double counting antara PT Rimba Raya Conservation dan PT Infinite Earth Nusantara. "Silakan ke Dirjen PHL atau Biro Hukum KLHK," ucap Laksmi pada 19 Juni 2024
Adapun Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman yang sempat menjadi pihak intervensi membenarkan bahwa KLHK kalah dan akan menyiapkan rencana banding. "Mungkin akan banding dan kasasi," kata Boyamin. MAKI sebelumnya ikut menjadi pihak intervensi pada PTUN Jakarta, namun ditolak oleh majelis hakim.
***
Dugaan Ada Mobilisasi Saksi Membantu KLHK
Merujuk laporan Majalah Tempo Edisi 23 Juni 2024, bertajuk: “Berebut Konsesi Perusahaan Restorasi Ekosistem”, KLHK sempat menghadirkan Hasan Efendy, seorang penjabat Kepala Desa Baung, Seruyan Hilir, Kabupaten Seruyan. Tugas Hasan menjadi saksi yang membela KLHK di persidangan. Hasan menjelaskan desanya yang beririsan dengan areal konsesi Rimba Raya dan tidak berdampak manfaat bagi masyarakatnya.
Sebelum ditunjuk sebagai saksi, Hasan mengakui sempat ada penjaringan terhadap 14 kepala desa di sekitar konsesi untuk menjadi saksi KLHK di meja hijau. Proses pemilihan dilakukan oleh Ovi Anggraini Setiyasari yang mengaku sebagai utusan KLHK. “Dia meminta saya membuat surat pernyataan mengenai dampak adanya Rimba Raya,” ucap Hasan ketika dikonfirmasi Tempo.
Ovi Anggraini Setiyasari merupakan karyawan PT Bumi Carbon Nusantara. Perusahaan tersebut memiliki kaitan dengan PT Infinite Earth Nusantara, yang disinyalir akan mengambil alih konsesi Rimba Raya. Namun Ovi tak pernah merespons konfirmasi Tempo atas tuduhan sebagai perwakilan perusahaan membantu KLHK dalam memobilisasi saksi yang dihadirkan di persidangan.
Direktur PT Infinite Earth Nusantara, Wisnu Tjandra, menjelaskan bahwa perusahannya merupakan bagian dari Infinite Earth Limiited, berbasis di Hong Kong, yang sebelumnya kerja sama dengan Rimba Raya untuk perdagangan karbon. Ketika KLHK membuat aturan perdagangan karbon pada 2022, perusahaannya mendaftarkan diri melalui Sistem Registri Nasional-Pengendalian Perubahan Iklim (SRN-PPI).
“PT Infinite Earth Nusantara menjadi first mover yang mendaftarkan ke SRN PPI sebagai bentuk kepatuhan terhadap hukum dan peraturan Indonesia,” kata Wisnu. Adapun terkait atas pencabutan izin yang dialami Rimba Raya, sepenuhnya merupakan tanggung jawab Rimba Raya. “Kami pun menyayangkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran tersebut sebagaimana pencabutan izin oleh KLHK.”
Wisnu sempat menepis tuduhan bahwa perusahaannya sempat membantu KLHK untuk memobilisasi kepala desa agar bersaksi di persidangan untuk membela Kementerian Kehutanan. Perusahaannya juga membantah berniat mengambil alih izin yang dimiliki Rimba Raya di Seruyan. “Mengingat bahwa Infinited Earth Limited adalah mitra dari PT Rimba Raya Conservation yang secara bersama memiliki kepentingan agar usaha tetap dapat terus berjalan baik.”
Catatan Redaksi: Judul awal dan sebagian isi artikel ini diubah pada Selasa, 16 Juli 2024, pukul 11.40 WIB untuk kepentingan akurasi pemberitaan. Redaksi menilai judul semula, yaitu "Bengal KLHK Menolak Batalkan Pencabutan Izin Restorasi", tidak tepat sehingga perlu dikoreksi. Koreksi berita ini dilakukan dengan merujuk pada Pedoman Pemberitaan Media Siber Dewan Pers.