TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) belum mengeluarkan izin untuk 66 perusahaan yang mengajukan izin pengerukan sedimentasi laut untuk kebutuhan pasir dalam negeri. Proses verifikasi dan validasi dokumen disebutkan masih berjalan dengan hati-hati atas aspek lingkungan.
"Ke 66 perusahaan dalam daftar benar-benar kami cek. Semua aspek kami lihat, dan ini masih bicara pengerukan untuk kebutuhan dalam negeri, belum bicara ekspor," kata Sekretaris Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP, Kusdiantoro, dalam konferensi pers di kantornya, Selasa, 30 Juli 2024.
Kusdiantoro menerangkan, 66 perusahaan itu merupakan hasil bidding pada Mei lalu. Ia juga mengatakan proses verifikasi merujuk pada regulasi Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 33 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan PP Nomor 26 Tahun 2023. Seperti diketahui PP itu dikritisi karena membuka kembali keran ekspor pasir laut.
Kusdiantoro mengaku proses verifikasi tidak mudah karena harus memeriksa banyak dokumen perusahaan. "Dan memang ini peminatnya cukup banyak," ucap dia.
Sebelumnya, Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Parid Ridwanuddin mengatakan PP 26/2023 mengelabui pikiran masyarakat karena menghindari istilah penambangan pasir. Istilah penambangan menimbulkan anggapan sangat merusak lingkungan. "Jadi secara politik bahasa, PP ini ingin membuat kita tidak aware bahwa pemerintah Indonesia akan mengobrol tambang pasir laut," ujar Parid kepada Tempo.
Parid juga menyoroti perihal peruntukan pasir laut untuk reklamasi seperti yang diatur dalam PP tersebut. Menurut dia, reklamasi sangat berbahaya. Ini sudah terbukti di beberapa tempat bahwa reklamasi menghancurkan ekosistem laut dan merusak kehidupan nelayan.
"Kami sudah membuat catatan bahwa sampai 2040, ada lebih dari 3,5 juta hektare proyek reklamasi. Angka itu kami dapat dari menganalisis 28 dokumen penambangan pasir di Pulau kecil di 28 provinsi," katanya.
Pilihan Editor: Apakah Kampus Muhammadiyah Juga Berminat Buka Program Studi Tambang? Ini Jawabnya