TEMPO.CO, Jakarta - Ada yang baru dalam layanan informasi prakiraan cuaca yang biasa diberikan BMKG di dalam website-nya. Selain informasi yang kini tersedia untuk wilayah setingkat kecamatan, dari jam ke jam, BMKG kini juga menggunakan beberapa istilah baru.
Seperti yang Tempo temukan untuk informasi cuaca di Jakarta dan wilayah sekitarnya, istilah baru yang digunakan adalah 'Udara Kabur' dan 'Kabut'. Keduanya menambahkan identifikasi cuaca yang ada sebelumnya seperti 'Cerah', 'Berawan', dan 'Hujan Ringan'.
Prakirawan cuaca BMKG Nanda Alfuadi menjelaskan latar belakang penggunaan istilah meteorologi yang baru tersebut. Menurutnya, fenomena cuaca seperti udara kabur dan kabut selama ini ada di Indonesia tapi memang frekuensinya sangat jarang.
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan, Nanda menambahkan, informasi terkait kedua fenomena itu sangat penting terutama untuk wilayah-wilayah yang vegetasinya masih terjaga. Nanda menunjuk terutama untuk wilayah-wilayah seperti di Kalimantan, Sumatera, dan Papua.
"Dalam proses memprediksi fenomena tersebut kami melakukan analisis jarak pandang, suhu, dan kelembapan udara dengan menggunakan model cuaca numerik di setiap titik (setiap 2,5 kilometer persegi)," katanya menjelaskan saat dihubungi, Selasa 6 Agustus 2024.
Cuaca udara kabur, Nanda merinci, diberikan jika jarak pandang diprakirakan 1-5 kilometer dengan kondisi cuaca tidak hujan. Apabila jarak pandang kurang dari 1 kilometer dan awan diprakirakan akan menutupi hampir seluruh langit maka ada potensi kabut.
Dalam prediksi cuaca besok, Jumat 9 Agustus 2024, Nanda dkk mengidentifikasi kemungkinan udara kabur itu misalnya di Cibinong-Kabupaten Bogor pada pukul 3 dan 6 pagi. Sedangkan cuaca kabut diperkirakan melingkupi Kecamatan Bekasi di Kota Bekasi pada pukul 14-15.
Terpisah, peneliti di Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan BMKG, Siswanto, juga menerangkan bahwa udara kabur atau udara berkabut adalah fenomena atmosfer terkait jernih atau keruhnya udara yang mempengaruhi jarak pandang terhadap obyek tertentu. Penyebabnya, adanya partikel-partikel melayang di atmosfer sehingga menghamburkan sinar datang cahaya matahari.
Adapun konsentrasi partikel yang melayang-layang itu bisa datang karena polusi udara, kebakaran hutan, aktivitas pertanian, debu dan partikel kering, atau kondisi cuaca. "Kondisi cuaca tertentu, seperti kelembapan tinggi, suhu yang rendah, dan angin yang lemah, dapat menumpuk akumulasi partikel di udara," katanya.
Pilihan Editor: Megawati Buka Indonesian Research and Innovation Expo 2024 tanpa Kata Sambutan