TEMPO.CO, Jakarta - Perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-79 digelar meriah di Ibu Kota Nusantara (IKN). Namun, kemeriahannya tak dirasakan warga Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Mereka menyatakan akan terus melawan rencana pembangunan proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco-City yang akan merebut ruang hidup masyarakat.
"Tahun ini kami merasakan kami belum merdeka," kata salah seorang warga Rempang, Sri Mariani kepada Tempo, Jumat, 16 Agustus 2024.
Sri mengatakan, warga Rempang bisa merasakan kemerdekaan jika tanah ulayat mereka urung digusur proyek. "Kami tidak ingin diusik dengan alasan investasi atau PSN," ujarnya.
Sri bersama suaminya merupakan generasi ke-7 di Rempang. Leluhur mereka mendiami tanah Rempang jauh sebelum Indonesia merdeka. Oleh karena itu, Sri berharap pemerintah memberikan hak warga Rempang atas tanah ulayat yang mereka tinggali selama ini.
"Kami ingin merdeka sampai anak cucu kami. Kami ingin tentaram di sini. Kami tidak ingin hak guna pakai, hak guna bangunan," kata ibu dua orang anak ini. "Kami butuh kepastian atas hak tanah kami, agar kami tidak diusik lagi."
Sebelumnya, Rabu, 14 Agustus lalu, sebanyak 10 orang perwakilan warga Rempang pergi ke Jakarta untuk kembali menyuarakan penolakan atas rencana investasi PSN Rempang Eco-City. Mereka berunjuk rasa di depan Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta Pusat. Mereka juga berorasi di depan kantor Kedutaan Besar Cina.
Miswadi, seorang warga Rempang yang turut dalam rombongan tersebut, mengatakan kedatangan mereka ke Jakarta bukan tanpa alasan. Selama ini, kata pria 46 tahun ini, warga Rempat merasa diintimidasi oleh aparat keamanan di kampung halaman mereka yang telah berubah menjadi lokasi konflik agraria. "Mereka tidak suka setiap kami bikin kegiatan, (karena) kami mengadakan orasi penolakan-penolakan," kata Miswadi kepada Mhd Rio Alpin Pulungan dari Tempo, Rabu lalu.
Pada satu sisi, pemerintah melalui Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam atau BP Batam terus mengklaim semakin banyak warga Rempang yang bersedia direlokasi. Hingga Selasa, 13 Agustus 2024, BP Batam mencatat sebanyak 166 keluarga bersedia dipindahkan ke lokasi hunian sementara.
“BP Batam masih terus berupaya untuk menuntaskan proyek strategis nasional ini. Kami berharap, seluruh komponen daerah pun dapat mendukung percepatan investasi di Rempang,” kata Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait.
Namun data tersebut dipertanyakan warga Rempang. Mereka menduga keluarga yang setuju direlokasi adalah warga pendatang. BP Batam mengklaim data mereka valid, kendati hingga sekarang tidak pernah dipublikasikan secara transparan.
Pilihan editor: Dugaan Catut KTP untuk Pilgub Jakarta dan Sederet Kasus Data Pribadi Bobol