TEMPO.CO, Jakarta - Perekayasa Ahli Utama di Pusat Riset Sumber Daya Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Armin Tampubolon mengatakan meskipun hingga kini belum dieksplorasi secara mendetail, Pulau Bangka memiliki potensi besar untuk logam tanah jarang primer, khususnya pada granit yang tersebar luas di wilayah tersebut.
Kepulauan Bangka Belitung, yang merupakan bagian dari sabuk timah Asia Tenggara, telah lama dikenal sebagai wilayah kaya mineral timah. Selain itu, daerah ini juga menunjukkan potensi signifikan dalam hal kandungan logam tanah jarang.
Logam tanah jarang merupakan kelompok 17 elemen yang sangat penting dalam teknologi modern. Di Indonesia, logam tanah jarang sering ditemukan sebagai mineral ikutan pada endapan timah, aksesori granitoid, urat polimetalik, serta hasil pelapukan granitoid.
"Lebih dari 20 lokasi di Bangka Selatan telah dianalisis oleh Badan Geologi. Daerah ini terbagi menjadi beberapa sabuk berdasarkan jenis granit yang dominan, dengan sabuk timur didominasi oleh granit tipe-I. Sabuk utama yang meliputi Thailand, Malaysia, dan Indonesia didominasi oleh granit tipe-S, serta sabuk barat (Thailand-Burma) memiliki granit tipe-S dan tipe-I," kata Armin melalui keterangan tertulis, Jumat, 23 Agustus 2024.
Penelitian terhadap mineral logam tanah jarang primer dilakukan melalui berbagai metode analisis seperti SEM-EDS, EPMA, dan BSE. Salah satu temuan penting di Toboali adalah granit TBL-21MN/02B/R yang mengandung berbagai mineral logam tanah jarang, termasuk alanit, parisit, bastnasit, dan lainnya. Di Air Gegas, indikasi logam tanah jarang terkait aktivitas hidrotermal juga ditemukan, dengan urat kuarsa yang terbreksikan bersama biotit, monasit, dan zirkon di zona kontak.
Penelitian di Toboali juga menunjukkan bahwa granit yang mengandung urat kuarsa memiliki kandungan Sn (0,46 persem) dan logam tanah jarang berupa yttrium (xenotim). Meskipun yttrium tidak terdeteksi dalam urat kuarsa, menandakan bahwa tahap akhir hidrotermal tidak membawa yttrium. Analisis statistik menunjukkan tidak ada korelasi signifikan antara Sn dan logam tanah jarang, kecuali untuk logam tanah jarang berat.
Armin menjelaskan bahwa profil pelapukan TBL-21KP/14/CS di Toboali menunjukkan pola pengayaan logam tanah jarang yang landai, dari logam tanah jarang berat ke logam tanah jarang ringan, dengan anomali Eu negatif yang tajam. Pengayaan logam tanah jarang hasil pelapukan terhadap batuan dasar granit pembawa logam tanah jarang primer terjadi pada horizon C dan D, disebabkan mekanisme adsorpsi lempung penukar ion.
"Logam tanah jarang yang diadsorpsi bersumber dari hasil penguraian air tanah terhadap mineral logam tanah jarang pada batuan dasar granit dan logam tanah jarang hasil oksidasi yang turun mengendap dari horizon di atasnya. Pengayaan logam tanah jarang ringan lebih tinggi dibanding logam tanah jarang berat," ungkapnya.
Armin menekankan bahwa penelitian ini menjadi dasar penting untuk eksplorasi sumber daya logam tanah jarang di wilayah Bangka Belitung. Potensi logam tanah jarang tidak hanya terdapat pada endapan aluvial timah, tetapi juga pada pelapukan granit, khususnya di daerah kontak Kompleks Pemali dan Granit Kelabat.
Pengayaan logam tanah jarang pada pelapukan granit, baik yang dominan lempung maupun laterit, berpotensi besar mengingat sebaran granit yang luas. "Potensi ini harus kita kaji lebih dalam untuk memanfaatkan kekayaan alam kita secara optimal," ucap Armin.
Pilihan Editor: Kaesang dan Istri Pamer Naik Jet Pribadi, Begini Jejak Emisi Karbonnya