Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

1 dari 5 Pasien Koma Bisa Jadi Masih Sadar tapi 'Terkunci'

image-gnews
Ilustrasi pasien koma. shutterstock.com
Ilustrasi pasien koma. shutterstock.com
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Satu dari lima orang yang mengalami koma mungkin kesadarannya berada dalam kondisi seperti 'terkunci'. Artinya, mereka masih menyadari situasi sekelilingnya tapi tak mampu mengkomunikasikannya.

Fenomena itu tak bisa lagi dianggap sebatas fenomena yang langka. Sebabnya, sebuah studi yang melibatkan sejumlah besar partisipan menemukan kalau beberapa orang dengan kerusakan parah pada otaknya memang masih dapat melakukan tugas mental yang kompleks ketika diinstruksikan, meski dia tak dapat bergerak atau berbicara.

"Hasil studi terbaru membuat kita tak dapat lagi mengabaikan fenomena ini," kata Nicholas Schiff, Profesor Neurologi juga pakar tentang kelainan kesadaran dari Weill Cornell Medical College, New York, AS. 

Orang-orang yang disebut mengalami kelainan kesadaran bisa berada dalam kondisi koma ataupun mati batang otak. Mereka tak bisa merasakan lagi keadaan lingkungan sekitarnya, atau memiliki kesadaran yang sangat minim seperti bisa membuka mata tapi tak memberi reaksi. 

Pada 2019, Schiff dan timnya menemukan kalau 1 dari 10 dari orang-orang yang tak sadar permanen karena trauma di otak sebenarnya masih sadar. Mereka seperti sedang terkunci saja. Dasarnya adalah hasil pindai otak yang mengungkap adanya aktivitas yang berbeda-beda.

Untuk mencari tahu apakah para dokter telah selama ini keliru menyimpulkan kematian pasien yang sebenarnya masih sadar itu, Schiff dan timnya menggelar tes perilaku dan brain imaging pada 353 orang yang mengalami kerusakan parah pada otaknya selama lebih dari delapan tahun di enam pusat kesehatan internasional. 

Para partisipan itu diminta memikirkan sedang mengerjakan beragam aktivitas--seperti bermain tenis, berenang, mengepalkan tinju, atau berjalan di sekitar rumah--selama 15-30 detik. Setiap instruksi diulan-ulang tujuh dalam periode lima menit.  

Dalam kelompok orang yang tak mengalami kelainan kesadaran, pemikiran-pemikiran mengikuti instruksi yang diberikan tersebut menghasilkan aktivitas otak yang teridentifikasi pada pemindaian MRI atau electroencephalograms (EEG). Di antara 353 orang dengan kerusakan otak, 241 menunjukkan tak ada respons terhadap instruksi verbal tersebut. 

Tapi, dari 241 itu, sebanyak 25 persen menunjukkan aktivitas otak yang sama dengan kelompok orang yang tak memliki kerusakan otak. Untuk mereka yang dalam kondisi koma atau mati batang otak, hasil penelitian yang telah dipublikasi di New England Journal of Medicine menyebut angkanya 20 persen (1 dari setiiap 5 pasien). 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Instruksi yang diberikan sangat menyita perhatian, waktu, dan energi. Kami tidak tahu apa tepatnya yang mereka alami tapi fakta bahwa otak mereka bekerja berarti ada sebuah peluang yang sangat baik kalau mereka punya kesadaran," tutur Schiff.

Diduga ada 300-400 ribu orang dengan kelainan kesadaran yang berkepanjangan di dunia saat ini. Artinya, menurut Schiff, ada sampai 100 ribu yang mungkin kesadarannya sebatas sedang terkunci.

Raanan Gillon, profesor emeritus bidang etika medis di Imperial College London, mengatakan kalau hasil studi ini mungkin menyebabkan lebih banyak orang ingin tetap bertahan dalam sokongan kerja mesin dan alat medis. "Sejumlah isu etika, termasuk menghormati otonomi dan hak orang-orang seluruhnya menjadi membutuhkan re-evaluasi," katanya.

Menurut Erin Paquette dari Northwestern University, Illinois, AS, hasil studi ini juga memunculkan pertanyaan pada kesetaraan kemampuan mengakses MRI dan EEG. Jika sebuah pusat kesehatan tak memiliki akses ke dua teknologi itu, para pasiennya mungkin tak memiliki kesempatan yang sama seperti yang ada di lokasi lain untuk bisa bertahan hidup. 

Teknologi brain-computer interfaces (BCI) dapat menyediakan sebuah cara komunikasi dua arah orang-orang dengan kelainan kesadaran, tapi tidak umum digunakan. Schiff menambahkan, studi yang baru dilakukan menunjukkan kalau hanya butuh 30 menit untuk melatih BCI mentransformasi aktivitas otak yang berasosiasi dengan upaya komunikasi verbal ke dalam teks di layar. 

"Kenapa tidak berikan teknologi itu kepada mereka yang alami kelainan kesadaran untuk melihat apakah mereka dapat menggunakannya untuk berkomunikasi?" kata Schiff. "Kemungkinan terburuknya Anda mendapat data selama dua minggu, kemungkinan terbaiknya Anda akan membebaskan mereka untuk bisa berkomunikasi kembali."

NEW SCIENTIST, NEJM

Pilihan Editor: Samsung Buka Galaxy Gaming Academy 2024, Jaring 8 Tim Esports Terbaik

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Penyebab Orang Marah pada Pasangan saat Lelah

2 hari lalu

Ilustrasi suami marah/pasangan bertengkar. Shutterstock
Penyebab Orang Marah pada Pasangan saat Lelah

Meski bukan perilaku yang baik, memarahi pasangan sebenarnya bagian dari respons manusia ketika sedang stres atau lelah.


Hati-hati, Kedutan Ternyata Bisa Jadi Gejala Kanker dan Tumor Otak

4 hari lalu

Ilustrasi otak. medicalnews.com
Hati-hati, Kedutan Ternyata Bisa Jadi Gejala Kanker dan Tumor Otak

Meski tak secara langsung menjadi indikator kanker, kedutan bisa juga menjadi sinyal kanker otak, menurut Asosiasi Tumor Otak Amerika.


Brain Museum di India, Pengunjung Bisa Melihat Macam-macam Otak Manusia

4 hari lalu

Ilustrasi otak. medicalnews.com
Brain Museum di India, Pengunjung Bisa Melihat Macam-macam Otak Manusia

Koleksi otak di museum dikumpulkan 35 tahun, menunjukkan berbagai penyakit, termasuk cedera kepala, serebrovaskular, infeksi otak, sampai tumor.


Operasi Tumor di Kepala dengan Metode Endoskopi Invasif Minim Risiko

11 hari lalu

Ilustrasi otak. Pixabay
Operasi Tumor di Kepala dengan Metode Endoskopi Invasif Minim Risiko

Metode endoskopi minimal invasif adalah pembedahan yang dilakukan dengan sayatan kecil sehingga mengurangi risiko komplikasi pada operasi tumor.


Dokter Jantung Sebut PFO sebagai Penyebab Stroke di Usia Muda, Apa Itu?

13 hari lalu

Ilustrasi stroke. mediaself
Dokter Jantung Sebut PFO sebagai Penyebab Stroke di Usia Muda, Apa Itu?

Salah satu penyebab stroke kriptogenik atau yang tidak diketahui penyebabnya pada anak muda adalah PFO. Berikut penjelasannya.


Yang Perlu Dipahami soal Parkinson, Penyakit yang Diderita Mantan Bintang Sepakbola Amerika

15 hari lalu

Mantan pemain american football, Brett Favre. REUTERS
Yang Perlu Dipahami soal Parkinson, Penyakit yang Diderita Mantan Bintang Sepakbola Amerika

Brett Favre mengaku menderita Parkinson, penyakit degeneratif dan kondisi berkembang ketika bagian-bagian otak rusak dan mati.


Selain Nutrisi, Olahraga Fisik juga Bantu Kesehatan Otak

18 hari lalu

Ilustrasi otak. Pixabay
Selain Nutrisi, Olahraga Fisik juga Bantu Kesehatan Otak

Olahraga fisik yang teratur sangat penting untuk kesehatan otak


Bisa Menyerang Siapa Saja, Kenali Faktor Pemicu Terbanyak Demensia

18 hari lalu

Ilustrasi demensia. Shutterstock
Bisa Menyerang Siapa Saja, Kenali Faktor Pemicu Terbanyak Demensia

Ada beberapa faktor pemicu demensia, mulai dari kesibukan sampai gaya hidup tak sehat. Jenis apa yang paling banyak ditemukan?


Selain Jinak dan Ganas, Ini 2 Jenis Tumor Otak dan Penyebabnya

18 hari lalu

Anthony Kulkamp Dias menjalani operasi pengangkatan tumor otak sambil bermain gitar. Dailymail.co.uk
Selain Jinak dan Ganas, Ini 2 Jenis Tumor Otak dan Penyebabnya

Selain tumor jinak dan ganas, tumor otak juga terdiri dari dua jenis, yakni primer dan sekunder. Cek bedanya.


Cegah Kerusakan Otak dengan Menghindari Kebiasaan Ini

32 hari lalu

Ilustrasi otak. Pixabay
Cegah Kerusakan Otak dengan Menghindari Kebiasaan Ini

Paparan berulang terhadap waktu layar, pola makan tidak sehat, kurang tidur mengganggu perkembangan kognitif, terkadang menyebabkan kerusakan otak.