TEMPO Interaktif, Jakarta - Terminologi cloud computing telah menyita banyak perhatian pada pertengahan tahun lalu. Ini adalah sebuah model layanan berbasis Internet untuk menampung sumber daya sebuah perusahaan.
Artinya sebuah perusahaan tak perlu lagi memiliki atau mendirikan infrastruktur lantaran sudah ada perusahaan lain yang menyediakan "penampung" di cloud alias Internet. Secara ekonomis, cloud computing adalah layanan yang membuat perusahaan berhemat.
Pasalnya, sebuah perusahaan tak perlu lagi mengalokasikan anggaran untuk pembelian dan perawatan infrastruktur dan software. Perusahaan pun tak perlu memiliki pengetahuan serta merekrut tenaga pakar dan tenaga pengontrol infrastruktur di "cloud" yang mendukung mereka.
Beberapa perusahaan yang menyediakan layanan semacam ini adalah Google, Microsoft, Zoho, Amazon, dan SalesForce. Pada pertengahan tahun lalu, lembaga riset Gartner memprediksi bahwa cloud computing akan diadopsi secara lebih luas dan peningkatan yang dramatis.
Ini memang masuk akal, apalagi di tengah hantaman krisis ekonomi yang membelenggu dunia. Cloud computing akan memungkinkan sebuah perusahaan dengan kebutuhan jaringan maupun konsumsi data yang besar bisa berhemat.
Ronny Tedjalesmana Sumantri, Country Manager Juniper Networks Indonesia, mengatakan, dengan cloud computing, perusahaan dapat melakukan penyesuaian operasional secara lebih cepat dan leluasa. Pada saat yang sama, kebutuhan dan permintaan pelanggan semakin bertambah.
"Content-nya pun lebih kaya serta membutuhkan koneksi yang lebih cepat, layanan pada perangkat end-point lebih beragam agar bisa diakses oleh pengguna di mana pun mereka berada," kata Ronny kepada Tempo beberapa waktu lalu. "Cloud computing adalah jawaban untuk semua kebutuhan itu."
Namun, Ronny melanjutkan, cloud computing bisa berjalan efektif jika keterbatasan data center bisa diatasi. Keterbatasan data center terletak pada keterbatasan rancangan jaringannya sendiri.
Sejak tahap awal, menurut Ronny, cloud computing sudah membebani jaringan legacy yang ada, baik saat melakukan melakukan proses maupun teknologi peranti lunak yang dibutuhkan. Strategi dalam peralihan inilah, kata Ronny, yang akan menentukan, termasuk dalam hal pembiayaannya, memberi keuntungan, atau malah menghambat.
Semakin kompleks dan tinggi fungsi sebuah infrastruktur, biasanya semakin rumit pula perawatan dan operasionalnya. Salah satu contohnya adalah pemakaian switch dalam jumlah berlebihan dan core layer yang tersebar. Menurut Ronny, itu tak sejalan dengan visi cloud computing.
Padahal jumlah switch bisa dikurangi dan layer jaringan dioptimalisasi. Dengan cara ini, secara fisik jaringan akan redundant dan andal serta memungkinkan data center berkinerja tinggi namun rendah latensinya dari segala macam jenis dan traffic data.
Masalahnya, belum banyak jaringan data center yang mengaplikasi pendekatan tersebut. Padahal, Ronny melanjutkan, selain mengurangi biaya implementasi dan pengelolaan, jaringan sederhana akan meningkatkan kinerja.
DEDDY SINAGA