TEMPO.CO, Jakarta - Tiga siswa SMA Negeri 2 Palangka Raya peneliti khasiat tanaman Bajakah sebagai obat kanker, Yazid Rafli Akbar (16), Anggina Rafitri (17) dan Aysa Aurealya Maharani (17), dapat dijadikan contoh dalam program SDM Unggul Indonesia Maju yang diwacanakan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Usia mereka masih belia, namun semangat untuk membantu orang lain tak memandang usia. Siapa saja bisa berniat untuk menyembuhkan penyakit, apalagi bila penyakit tersebut sulit diobati.
Meskipun proses penelitian kayu Bajakah sebagai obat kanker yang bisa dimanfaatkan oleh banyak orang masih panjang, kreativitas yang sudah ditunjukkan layak menjadi satu acuan bagi perkembangan generasi muda di Indonesia.
Yazid sudah sejak SMP ingin sekali meneliti apa yang menjadi tradisi turun temurun di keluarganya. Namun, ayah Yazid melarang, sebab saat itu ia dituntut fokus pada kegiatan sekolahnya.
“Dari SMP dia mau penelitian, tapi saya larang. Saya bilang tunggu SMA, nah ketika SMA dia kejarlah penelitian itu. Karena itu adalah obat keluarga besar kami,” ujar ayah Yazid, Daldin, di Jakarta, Sabtu, 17 Agustus 2019.
Daldin mengatakan anak keduanya itu gemar mata pelajaran IPA. Ia memiliki keingintahuan yang besar pada dunia ilmiah sebab Yazid bercita-cita menjadi konsultan ilmiah jika sudah dewasa.
Ketika dikonfirmasi ke Yazid, ia mengaku apa yang dikatakan ayahnya itu benar. Namun jika ditanya ingin berkuliah di jurusan apa, Yazid mengaku lebih senang dengan Jurusan Teknik Sipil.
“Pengin jadi konsultan apa saja untuk perusahaan, tapi senengnya Jurusan Teknik Sipil,” ujar Yazid.
Ia juga mengemukakan bahwa setiap orang memiliki kreativitas masing-masing yang perlu dikembangkan.
“Saya berpesan pada generasi seusia saya, coba gali kreativitas apa yang ada di diri kalian. Setiap orang punya kreativitas masing-masing. Kalau orang lain bisa kenapa kalian enggak?” ujarnya.
Yazid berhasil meraih medali emas saat ia masih duduk di kelas X, sewaktu kompetisi diadakan di UPI Bandung, sedangkan Anggina dan Aysa saat itu berada di kelas XI.
Oleh karena aturan kompetisi, ia harus mengajak serta kakak kelasnya itu. Dengan guru pembina, Herlina, mereka melakukan penelitian. Setelah persiapan matang, berangkatlah mereka ke kejuaraan nasional se-Indonesia, dan dapat medali emas juga. Kemudian baru bisa pergi ke Korea.
Ada hal menarik saat ikut kompetisi di Korea, ternyata Yazid dilarang ikut oleh orang tuanya. “Karena cuma mengekspose penelitian di Bandung saja, Yazid mempercayakan temannya saja. Yazid tidak berangkat karena saya tidak mengizinkan,” ujar Dandin.
Anggina dan Aysa pun berangkat ke Korea tanpa didampingi Yazid. Namun, Yazid sama sekali tidak menyesal dilarang berangkat, sebab meski penelitian kayu Bajakah itu idenya, namun hasil penelitian tetap buah dari kerja sama.
ANTARA