TEMPO.CO, Jakarta - Sekolah Menengah Pertama Negeri 24 Teluk Sebong Bintan, Provinsi Kepulauan Riau, masuk dalam kawasan hutan lindung berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 76/2015, yang baru dieksekusi sekitar dua bulan lalu.
"Jadi bukan hanya ratusan warga di Bintan sebagai pemilik lahan saja yang dirugikan akibat penetapan hutan itu, melainkan juga pihak sekolah," kata Pengurus Amanat Penderitaan Rakyat (AMPERA) Hutauruk di Bintan, Sabtu.
Ketua AMPERA Iman Ali mengatakan, pemerintah daerah tidak mungkin membangun sekolah di kawasan hutan lindung.
Selain sekolah, kata dia penetapan hutan lindung itu juga merugikan perekonomian masyarakat. Warga kesulitan menggadaikan maupun menjual tanah, padahal mereka mengantongi surat tanah berupa sertifikat dan alas hak.
Penetapan kawasan hutan itu pula menyebabkan pengusaha perumahan mengalami kerugian dan terpaksa mengembalikan uang yang telah diterima dari konsumen.
"Penetapan hutan lindung juga menyebabkan warga yang sekitar 50 tahun lamanya membayar pajak bumi dan bangunan, merasa dirugikan," katanya.
Sebelumnya, Kepala UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kepri, Ruwa mengatakan para pihak yang merasa keberatan atas penetapan kawasan hutan itu dapat mengajukan surat kepada Balai Pemanfaatan Kawasan Hutan (BPKH) di Bintan.
"Bawa surat-surat tanah, dan ajukan keberatan kepada BPKH. Nanti akan diproses," ujarnya.
Ruwa mendapatkan informasi terkait lahan transmigran bersertifikat tersebut.
Ia mengatakan penetapan kawasan hutan lindung tersebut sudah melalui proses dimulai dari usulan Bupati Bintan. Usulan penetapan kawasan hutan yang masuk dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Bintan diusulkan kepada Kementerian Kehutanan sejak tahun 2010.
Usulan itu kemudian ditelaah oleh tim padu serasi yang dibentuk Kementerian Kehutanan. Hasil telaah tim padu serasi itu yang melahirkan Keputusan Menteri Nomor 76/2015.
"Jadi penetapan kawasan hutan oleh pihak Kementerian Kehutanan itu bukan asal-asalan, melainkan berdasarkan usulan dari Pemkab Bintan sejak tahun 2010," ujarnya.
Terkait polemik penetapan kawasan hutan itu yang menyebabkan ratusan pemilik lahan merasa dirugikan, Ruwa enggan menanggapinya.
Ia menyarankan para pemilik lahan untuk mengajukan surat keberatan kepada BPKH pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.