TEMPO.CO, Jakarta - NASA merayakan peluncuran wahana penjelajah Mars tercanggihnya, Perseverance, yang telah berhasil diluncurkan Kamis, 30 Juli 2020. Jadwal peluncurannya telah beberapa kali tertunda sejak pertengahan bulan lalu karena masalah teknis, hingga misi tersalip Uni Emirat Arab dengan satelitnya yang diberi nama Al Amal dan Cina dengan Tianwen-1.
Peluncuran Mars 2020 Perseverance milik NASA berjalan mulus sekalipun suasana sunyi yang tak biasa dilaporkan menyelimuti ruang kendali misi selama hitung mundur. Perseverance, sebuah wahana robotik dengan enam roda, menumpang roket Atlas V yang meluncur dari Cape Canaveral Air Force Station di Florida.
Sekitar 20 menit menjelang waktu peluncuran itu, gempa berkekuatan 4,5 Magnitudo mengguncang dari San Fernando di sebelah selatan California. Berada di sisi benua Amerika yang berbeda, gempa tak terkecuali menggetarkan kawasan fasilitas Jet Propulsion Laboratory NASA di Florida, lokasi peluncuran.
Namun jadwal peluncuran pukul 07.50 waktu setempat, atau 18.50 WIB, tak sampai tertunda dibuatnya. Lewat sebuah livestreaming, Administratur NASA Jim Bridenstine malah setengah berkelakar kalau pihaknya beruntung tak melakukan peluncuran dari Vandenberg Air Force Base di California, meski mungkin dan pernah melakukannya dari sana.
Gambar ilustrasi rover Perseverance milik NASA di planet Mars. Nasa.gov
Sedang banyak komentar di Twitter mengatakan gempa itu membawa berkah karena membangunkan mereka tepat waktu untuk bisa menonton peluncuran misi Perseverance.
Seperti diketahui, tiga kali penundaan sebelumnya telah mendorong NASA ke tubir jendela peluncuran, yakni tiga minggu hingga 11 Agustus. Jika sampai tertunda lagi dan melewati batas itu, peluncuran harus menunggu sampai 26 bulan ke depan menunggu kesesuaian jarak terdekat Bumi-Mars seperti yang sedang terjadi saat ini.
Itu artinya, Bridenstine pernah mengatakan, biaya tambahan lagi sebesar $ 500 juta dari nilai proyek Mars 2020 Perseverance. Anggaran NASA untuk proyek pencarian jejak kehidupan purba di planet Mars dan membawa pulang sampelnya ke Bumi ini sudah mencapai $ 2,7 miliar atau sekitar Rp 39 triliun.