TEMPO.CO, Jakarta - Kurikulum dan dunia kerja terus berkejar-kejaran imbas dari perubahan kurikulum lima tahun sekali. Perubahan ini mengikuti evaluasi dari lulusan yang telah bekerja dan melanjutkan studinya. Perbaikan yang ada, baru tampak di lima tahun berikutnya dan terus berputar-putar tiada henti. Dua hal itu seperti Tom & Jerry, serial kartun kucing dan tikus yang suka kejar-kejaran.
Hal tersebut disampaikan Nizam, Direktur Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), dalam Forum Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Lembaga Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU) di Santika Dyandra Hotel and Convention Medan, Sumatra Utara pada Rabu, 8 Maret 2023.
“Kita selalu tertinggal paling tidak 10 tahun dari dunia kerja yang akan dimasuki oleh lulusan kita. Seperti Tom & Jerry, kejar-kejaran enggak pernah tertangkap,” ujar Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) itu dilansir dari nu.or.id pada Jumat, 10 Maret 2023.
Tiap lima tahun itu, lembaga pelayanan pendidikan terus memperbaharui kurikulumnya dan menanyakan perihal kekurangan lulusannya kepada industri yang menyerapnya. Oleh karena itu, Nizam menegaskan agar seluruh sivitas akademika dapat memberanikan diri untuk berubah.
Kemendikbudristek, kata Nizam, melalui program Kampus Merdeka, memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk dapat menggali pengalaman belajar di luar program studinya dan pengalaman bekerja secara langsung di dunia yang dikehendakinya. Kemendikbudristek memberikan kesempatan mahasiswa untuk dapat belajar selama satu semester di luar bidang yang digelutinya.
Misalnya, mahasiswa pada bidang sains atau Teknik dapat mengambil studi sosial, seperti sosiologi, komunikasi, ekonomi, ataupun ilmu politik. Pun sebaliknya, mahasiswa yang mengambil jurusan sosial dapat mengambil studi semester pada bidang teknologi, sains, ataupun Teknik. Sementara dua semester lainnya, mahasiswa dapat keluar dari kampus untuk mengambil pengalaman secara langsung dalam dunia kehidupan yang sesungguhnya, baik bekerja, pengabdian ke masyarakat, atau lainnya.
“Intinya, kami menyiapkan lulusan yang berubah bersama dengan dunia kerja yang berubah,” ujar Nizam yang menamatkan studi master dan doktornya di Imperial College of Science and Technology University of London itu.
Dalam dua tahun terakhir, sudah ada 420 ribu mahasiswa yang mengikuti program tersebut. Menurutnya, ada akademisi yang mengkritisi program tersebut karena seolah-olah memvokasikan perguruan tinggi. Padahal, mengutip Albert Einstein, ia menyampaikan bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman.
“Apa yang kami ajarkan itu hanya informasi. Itu bukan pengetahuan. Itu informasi yang diberikan kepada manusia. Knowledge sesungguhnya dari pengalaman,” katanya.
Hal tersebut, kata Nizam, bisa dirasakan setelah lulus. Sebab, dengan begitu, mahasiswa dapat langsung mengetahui permasalahan konkret di wilayah ekonomi, pasar, masyarakat, dan dunia yang sesungguhnya. “Lulusan tidak akan ragu ketika masuk dunia kerja. Akhirnya mencoba-coba satu semester keluar. Kami hindari melalui skema kampus merdeka ini,” katanya.
Nizam mengatakan perguruan tinggi tidak boleh hanya menyediakan ilmu, tetapi juga perlu menyiapkan, merancang, dan membuka gerbang bagi mahasiswanya untuk memasuki masa depannya. “Kami menyiapkan betul soft skill, hard skill. Membuka spektrum lulusan beragam,” katanya.
Pilihan Editor: Dosen Unair Inisiasi Produksi Membran Hemodialisis Pertama di Indonesia