TEMPO.CO, Makassar - Ahli ecotoxicology dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Khusnul Yaqin mendorong pemerintah menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Alasannya, Indonesia memiliki cadangan uranium yang tidak dimanfaatkan.
“Selama ini uranium tak ada yang gunakan,” kata Khusnul kepada Tempo, Senin sore, 24 Juli 2023.
Menurut Khusnul, penggantian pembangkit listrik menggunakan bahan bakar batubara dengan bahan nuklir juga sebagai upaya pengurangan emisi karbon. Sebab, tenaga nuklir itu tidak menghasilkan emisi gas karbon dioksida.
Khusnul menyebutkan dua daerah yang tanahnya mengandung uranium, yakni Kabupaten Bolaang Mongondow Sulawesi Utara dan Papua. Maka, menurut dia, pemerintah berpotensi mengembangkan sumber daya alam tersebut.
“Tapi ada upaya serius, harus matang dulu,” kata penerima beasiswa studi S3 dari DAAD dalam Sandwich Scheme Young Researcher for Marine and Geosciences Studies.
Khusnul mengatakan energi pembangkit listrik tenaga nuklir harus dipersiapkan secara sosiologis dan politik. Oleh karena itu, seluruh energi harus dikembangkan, tidak cukup kalau hanya pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) saja.
Pemerintah Indonesia, menurut Khusnul, harus mengembangkan energi yang besar terlebih dahulu kemudian mensubsidi ke energi kecil. Misalnya, pembangkit listrik tenaga surya atau angin di pulau-pulau, namun ada energi besar entah itu ditempatkan di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan atau Sulawesi.
"Harus ada satu energi nuklir di situ karena semua tempat potensi. Konsep saya ini bukan mengembangkan sumber daya dan ketahanan energi saja tapi kekuasaan energi.” kata Khusnul.
Jika pemerintah berani mengambil kebijakan itu, maka Indonesia bisa seperti negara Iran. Bahkan, teknologi itu sekarang dikuasai oleh Iran yang menjadi surplus dalam bidang energi.
Negara itu sudah membangun kota dalam tanah yang tidak bisa dihantam oleh nuklir. “Itu kan butuh energi besar makanya energi nuklir harus diadakan Indonesia,” kata Khusnul.
Khusnul mengatakan selama ini Indonesia belum berani mengambil kebijakan itu lantaran masih terbentur dengan masalah klasik, yakni penjajahan oleh Belanda secara kejiwaan dan fisik. Kemudian konsep politik otoritarianisme dan oligarki harus segera diubah.
Jadi, saat pesta demokrasi itu betul-betul adalah pesta rakyat bukan oligarki yang diuntungkan para penguasa. “Rakyat tak tahu itu makanya harus diubah,” kata Khusnul. “Pendidikan harus digenjot dan diubah supaya bangsa ini melek secara intelektual.”
Khusnul pun menyarankan pemerintah Indonesia agar bisa menjalin kerja sama dibidang pendidikan dengan Iran untuk mengembangkan energi nuklir. Karena, Iran juga butuh justifikasi lantaran terus ditekan dengan informasi hoaks.
Misalnya, Iran mengembang energi nuklir karena semata-mata untuk membuat senjata nuklir saja. Padahal secara fatwa ulama Iran tidak memperbolehkan buat sejata nuklir karena itu pembunuhan massal. “Tapi, dia (Iran) kembangkan bidang energi kelistrikan, medis dan sebagainya,” kata dosen Universitas Hasanuddin ini. “Kalau kita bisa kembangkan energi nuklir, bisa saja Malaysia atau negara Asia Tenggara lainnya bisa gabung membentuk sebuah kekuatan besar."
Pilihan Editor: 5 Negara Pemilik Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Terbesar di Dunia