Beberapa tumbuhan berbunga, misalnya, memerlukan serangga penyerbuk atau polinator tertentu. Bila polinatornya di alam itu terganggu dan tidak ditemukan lagi, proses regenerasi tumbuhan itu juga akan terganggu. Tumbuhan lain membutuhkan ketinggian, temperatur, dan curah hujan tertentu sebagai syarat kehidupannya. "Kami tak ingin terus-menerus mengkultur dan menanam tumbuhan yang ternyata masih berlimpah di alam dan justru mengabaikan spesies yang terancam kepunahan," kata Mustaid Siregar, Kepala Kebun Raya Bogor.
Upaya untuk menetapkan spesies prioritas konservasi ini memang sedikit berbeda karena tak sekadar memperhatikan ancaman namun juga kerentanan dan kemungkinan keberhasilan budi dayanya. Agar fair, penetapan suatu tumbuhan sebagai spesies prioritas konservasi dilakukan berdasarkan skor.
Penentuan skor dilakukan dengan mengukur 17 kriteria hasil adopsi dan modifikasi metode Molloy dan Davis, yang dikelompokkan menjadi lima faktor. Spesies itu dinilai berdasarkan status, penyebab status, kemampuannya berpropagasi, atau dibudidayakan dan nilai manfaatnya dari segi ekonomis.
Status spesies itu dinilai berdasarkan keunikan taksonomis dan distribusi geografisnya. Skor status spesies tersebut juga ditentukan oleh status populasinya di alam, yaitu jumlah populasi, ukuran populasi rata-rata, ukuran populasi terbesar, kondisi populasi terbesar, serta tingkat kemerosotan populasi.
Penyebab status dinilai dari ancaman dan kerentanan spesies tersebut. Kategori ancaman dinilai berdasarkan perlindungan legal habitat, perlindungan ex situ, laju kehilangan habitat, dampak predator/eksploitasi, kompetisi, dan faktor lain yang mempengaruhi kesintasan (survival). Sedangkan kerentanan diukur dari spesifisitas habitat dan unsur hara serta spesialisasi reproduktif dan perilaku.
"Dengan skor1-5 untuk setiap kriteria, spesies yang memperoleh skor tertinggi adalah spesies yang harus diprioritaskan," kata Didik Widyatmoko, Kepala Kebun Raya Cibodas.
TJANDRA