Begitu juga saat adiknya lulus SMP, meski perekonomian keluarganya sedikit tertopang karena Sarjiya menumpang hidup di rumah pamannya selama SMA, kondisi keuangan orang tuanya masih tak mencukupi jika harus membiayai Sarjiya yang hendak kuliah dan adiknya yang mau lanjut SMA.
"Bapak saat itu lalu meminta saya lanjut kuliah, dan adik rela jika harus berhenti sampai SMP saja," kata dia.
Cerita Sokongan dari Mereka yang Putus Sekolah
Selama kuliah, Sarjiya juga menyambi bekerja apapun demi membiayai sendiri ongkos transportasinya pulang pergi kuliah naik bus. Makan dan tidur ia masih ditanggung sang paman dan biaya kuliah oleh orang tuanya.
Saudara-saudaranya yang lulus SD dan SMP juga tetap bergotong royong membantu kuliah Sarjiya agar tuntas. "Kakak kakak saya yang tak lulus SD saat itu bekerja menjadi pembantu rumah tangga, namun mereka masih membantu kirim uang untuk saya," kata dia.
Begitupun dengan sang adik, Suparsih, bermodal ijazah SMP memilih merantau bekerja menjadi buruh pabrik di Tangerang. Disebutkannya, kadang Suparsih pun ikut mengirim uang ke Sarjiya agar kuliahnya tuntas.
Akhirnya pada 1998 Sarjiya menuntaskan jenjang sarjananya. Prestasi mengantar dia lantas mendapatkan beasiswa dari Bank Dunia untuk melanjutkan jenjang S2 di Magister Teknik Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik UGM.
"Saat masuk S2 itulah saya sudah benar-benar lepas dari pembiayaan orang tua dan kakak kakak saya, karena saat itu saya juga diterima menjadi dosen di UGM," kata Sarjiya mengenang.
Baca halaman berikutnya: Balas budi Sarjiya