TEMPO.CO, Penajam Paser Utara - Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mendukung langkah PT Pertamina (Persero) yang menggunakan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dalam menertibkan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Luhut mengklaim penertiban konsumsi BBM bersubsidi berbasis AI itu bisa menghemat anggaran negara sekitar Rp 40-50 triliun.
"Anggaran itu kan bisa kita gunakan untuk yang lain,” kata Luhut Binsar Pandjaitan ketika meninjau Gedung Kementerian Koordinator 1 di kawasan Ibu Kota Nusantara, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Ahad, 11 Agustus 2024.
Luhut menilai AI dapat membantu Pertamina agar penyaluran BBM bersubsidi lebih tepat sasaran. “Yang enggak berhak dapat (BBM bersubsidi), ya jangan dapat, dong,” kata Luhut.
Menurut Luhut, penggunaan teknologi akan menjadikan anggaran negara lebih efisien. Teknologi juga bisa meningkatkan potensi penerimaan negara.
Dia mencontohkan inovasi e-Katalog yang mengefisienkan belanja negara hingga Rp 3 ribu triliun. Luhut juga menyebut Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara Kementerian/Lembaga (Simbara) juga telah mendongkrak penerimaan negara bukan pajak (PNBP) karena efektif menyelesaikan piutang negara kepada pelaku usaha senilai Rp 1,1 triliun.
“Jadi, sekarang penggunaan teknologi itu benar-benar membuat efisiensi kita tinggi,” kata Luhut.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan perusahaannya telah menggunakan AI untuk mengelola bisnis minyak dan gas bumi, dari hulu ke hilir, secara terintegrasi. AI dimanfaatkan untuk mengolah dan menganalisis sekitar 15 juta transaksi BBM bersubsidi per hari secara lebih cepat. "Sehingga pengambilan keputusan bisa dilakukan dengan akurat," kata Nicke.
Menurut Senior Vice President Integrated Enterprise Data and Command Center (IEDCC) Pertamina, Ignatius Sigit Pratopo, penerapan AI exception signal dalam pengolahan data transaksi dari sistem digitalisasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) telah memangkas secara signifikan biaya yang semula harus ditanggung perseroan. "Serta mengurangi penyimpangan distribusi BBM subsidi,” kata Sigit.