Harapan dari Vaksin Pfizer, Ini 4 Pertanyaan yang Belum Terjawab
Reporter
Terjemahan
Editor
Zacharias Wuragil
Rabu, 11 November 2020 06:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Senin 9 November 2020, perusahaan farmasi Amerika Serikat, Pfizer, merilis data analisa sementara dari hasil uji coba vaksin Covid-19 yang dilakukannya. Isinya dipandang sangat menjanjikan: efektivitas lebih dari 90 persen.
Pengumuman itu langsung disambut sukacita. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, misalnya, menyebut hasil sementara itu mendorong inovasi ilmiah yang tak terduga. Sedang Direktur Institut Penyakit Menular dan Alergi Nasional AS, Anthony Fauci, mengatakan tingkat efikasi yang ditunjukkan dari data kajian awal itu sebagai luar biasa.
Baca juga:
Data Awal, Efektivitas Vaksin Covid-19 Pfizer Lebih dari 90 Persen
Namun sejumlah ilmuwan mengingatkan kalau kabar gembira itu datang disertai dengan sejumlah pertanyaan yang belum terjawab. Ini karena memang proses uji masih berjalan dan hasilnya belum dipublikasikan.
Plus, kajian awal yang dilakukan hanya terhadap 94 kasus terkonfirmasi positif Covid-19 dari hampir 44 ribu relawan uji klinis vaksin Pfizer tersebut. Belum jelas pula proporsi sebenarnya antara penerima suntikan dosis vaksin dan suntikan plasebo di antara para relawan itu.
Berikut ini empat di antara sejumlah pertanyaan yang masih harus dijawab dari data hasil uji klinis vaksin pengguna metode material genetik mRNA tersebut,
1. Apakah vaksin itu mampu melindungi orang-orang, baik dari gejala yang parah maupun ringan?
Untuk menguji vaksinnya, Pfizer menyuntik 43.538 relawan, masing-masing sebanyak dua kali. Tidak seorang pun yang tahu siapa menerima dosis vaksin yang sedang dikembangkan itu, siapa yang hanya menerima larutan air garam sebagai plasebo atau kontrol.
Sebuah badan berisi ahli independen menemukan tak sampai sepuluh persen dari 94 kasus positif Covid-19 pertama di antara puluhan ribu relawan tersebut yang adalah penerima suntikan dosis vaksin. Tapi studi itu memang hanya mencari kasus positif yang disertai gejala. Belum jelas apakah vaksin juga melindungi kasus yang asimptomatik atau orang tanpa gejala (OTG).
Baca juga:
Telat Kembangkan Vaksin Covid-19, Ini Kata Perusahaan Farmasi Jepang
"Kita juga belum mengetahui apakah vaksin itu mengurangi risiko kasus parah Covid-19, kasus rawat inap, atau kasus kematian," kata Maria Elena Bottazzi, Wakil Direktur Pusat Pengembangan Vaksin di Rumah Sakit Anak Texas, AS.
<!--more-->
2. Dapatkan vaksin itu menghentikan penularan virus?
Sementara kelihatannya mengurangi risiko gejala Covid-19, belum diketahui apakah vaksin Pfizer mengurangi risiko penularan penyakit itu pula. Bisa jadi vaksin itu mampu mencegah seseorang jatuh sakit tapi tidak mengurangi konsentrasi virus yang menjangkitinya. Artinya, penerima vaksin masih bisa tanpa sadar menularkan virusnya kepada orang lain yang rentan.
"Saat Anda sudah memiliki vaksin tidak berarti masker-masker bisa ditinggalkan," kata Bottazzi. "Saya berharap orang-orang tidak berpikir kalau ini akan menjadi solusi ajaib untuk semua."
Baca juga:
Selain Vaksin, Pfizer Akan Produksi Obat Remdesivir untuk Pasien Covid-19
3. Berapa lama vaksin itu melindungi?
Uji klinis vaksin Covid-19 yang dikembangkan Pfizer dan mitranya dari Jerman, BioNTech, menyimpulkan vaksin itu efektif 28 hari setelah suntikan dosis yang pertama, tapi hanya melihat pada seberapa efektif dia bertahan seminggu setelah dosis yang kedua. Sementara Pfizer masih harus memantau kondisi para relawannya jika dan ketika izin penggunaan darurat diberikan, belum akan ditahui apakah vaksin ini efektif memberi efek kekebalan jangka panjang.
"Seperti apa efikasi perlindungan yang diberikan seiring dengan berjalannya waktu?" kata Gregory Poland, direktur di kelompok riset vaksin di Mayo Clinic. "Apakah berbulan-bulan seperti halnya vaksin flu? Ataukah akan seperti cacar air dan campak yang kekebalannya akan terbentuk sepanjang hidup?"
4. Seberapa aman vaksin ini sebenarnya?
Pfizer tidak melaporkan adanya masalah keamanan yang serius dalam pengumumannya pada Senin lalu. Perusahaan ini masih dalam proses pengumpulan data keamanan selama dua bulan untuk disetor ke Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA).
Setelah data yang dikumpulkan itu dikaji, informasi mengenai efek samping jangka pendek yang biasa muncul akan segera menjadi pengetahuan publik. Pada saat yang sama dipastikan belum akan ada yang tahu mengenai potensi efek samping jangka panjangnya.
Daniel Salmon, direktur di Institute untuk Keselamatan Vaksin di Johns Hopkins University, menyarankan adanya antisipasi khusus terhadap dampak yang mungkin muncul dari vaksinasi massal dan cepat nantinya. Menurutnya, banyak hal buruk mungkin terjadi secara tidak sengaja.
Baca juga:
Cina Memimpin Perlombaan Vaksin Covid-19 Dunia
"Jika Anda memvaksinasi 30 juta orang lansia, Anda pasti akan memiliki kasus-kasus serangan jantung dan stroke sehari setelah vaksinasi. Perlu sebuah sistem yang bisa langsung memilah mana peristiwa sebab akibat, mana yang memang terjadi kebetulan bersamaan," kata Salmon.
BUSINESS INSIDER | CNN