TEMPO.CO, Jakarta - Selama tahun 2020 ada beberapa negara telah meluncurkan misi eksplorasi luar angkasa. Misi tersebut tentu ada yang gagal dan ada yang berhasil. Misalnya satelit Indonesia, Palapa-N1, gagal orbit dengan roket Cina, dan yang berhasil adalah kembalinya astronot Rusia setelah menjelajahi luar angkasa.
Selain misi luar angkasa, ada juga kabar mengenai benda asing (meteor) yang viral di Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, karena harganya yang tinggi, dan kecelakaan ambruknya teleskop raksasa di Puerto Rico.
Baca:
AS dan Rusia Bertemu, Bahas Keamanan dan Senjata Luar Angkasa
Berikut kilas balik mengenai misi dan fenomena ruang angkasa selama 2020:
1. Roket Cina Gagal Orbitkan Satelit Palapa-N1
Roket Cina pengangkut satelit komunikasi milik Indonesia gagal mencapai orbit dalam peluncuran Kamis malam, 9 April 2020. Ini adalah kegagalan kedua dalam waktu kurang dari satu bulan yang dialami Badan Antariksa Nasional Cina (CNSA).
Roket Long March 3B meluncur dari fasilitas peluncuran satelit di Pulau Xichang di Provinsi Sichuan pukul 7.46 waktu setempat. Roket itu membawa Satelit Palapa-N1 atau yang juga disebut Nusantara Dua, sebuah satelit komunikasi komersial untuk menyediakan layanan broadband dan broadcast di Indonesia.
Satelit itu dibangun China Great Wall Industry Corp (CGWIC) milik perusahaan patungan Indosat Ooredoo dan Pasifik Satelit Nusantara. Satelit berbobot 5.550 kilogram itu sejatinya akan, di antaranya, menggantikan peran Satelit Palapa-D yang saat ini masih mengorbit dan menambah kapasitas PSN yang mengoperasikan satelit Nusantara-1.
Peluncuran roket awalnya berjalan mulus dengan roket pertama dan kedua dari tiga tingkat roket Long March 3B yang terlihat berfungsi baik. Tapi masalah terjadi pada roket ketiga atau terakhir. Roket itu meledak dan mengirim puing-puingnya kembali ke Bumi beserta muatan satelit.
Video yang diunggah di media sosial Cina, Weibo, memperlihatkan tahapan awal peluncuran roket itu yang berjalan mulus. Namun video lain menunjukkan kejadian yang terlihat seperti kilatan di langit. Pernyataan resmi dari Pertahanan Sipil dan Pertahanan Dalam Negeri Guam menyebut bola api di langit itu sangat mungkin terkait dengan peluncuran roket milik Cina yang gagal.
Kegagalan peluncuran roket Long March 3B menjadi kegagalan yang kedua dalam waktu kurang dari sebulan. Pada 16 Maret lalu, roket Long March 7A juga gagal menempatkan satelit ke orbit dalam debut peluncuran dari fasilitas pusat peluncuran satelit Wenchang di Pulau Hainan, Cina sebelah selatan.
2. Peluncuran Perseverance ke Mars
NASA merayakan peluncuran wahana penjelajah Mars tercanggihnya, Perseverance, yang berhasil diluncurkan Kamis, 30 Juli 2020. Jadwal peluncurannya beberapa kali tertunda sejak pertengahan bulan lalu karena masalah teknis, hingga misi tersalip Uni Emirat Arab dengan satelitnya yang diberi nama Al Amal dan Cina dengan Tianwen-1.
Peluncuran Mars 2020 Perseverance milik NASA berjalan mulus sekalipun suasana sunyi yang tak biasa dilaporkan menyelimuti ruang kendali misi selama hitung mundur. Perseverance, merupakan sebuah wahana robotik dengan enam roda, menumpang roket Atlas V yang meluncur dari Cape Canaveral Air Force Station di Florida.
Sekitar 20 menit menjelang waktu peluncuran itu, gempa berkekuatan 4,5 Magnitudo mengguncang dari San Fernando di sebelah selatan California. Berada di sisi benua Amerika yang berbeda, gempa tak terkecuali menggetarkan kawasan fasilitas Jet Propulsion Laboratory NASA di Florida, lokasi peluncuran.
Namun jadwal peluncuran pukul 07.50 waktu setempat, atau 18.50 WIB, tak sampai tertunda dibuatnya. Lewat sebuah livestreaming, Administratur NASA Jim Bridenstine malah setengah berkelakar kalau pihaknya beruntung tak melakukan peluncuran dari Vandenberg Air Force Base di California, meski mungkin dan pernah melakukannya dari sana.
Sedang banyak komentar di Twitter mengatakan gempa membawa berkah karena membangunkan mereka tepat waktu untuk bisa menonton peluncuran misi Perseverance.
Seperti diketahui, tiga kali penundaan sebelumnya telah mendorong NASA akhir peluncurannya, yakni tiga minggu hingga 11 Agustus. Jika sampai tertunda lagi dan melewati batas itu, peluncuran harus menunggu sampai 26 bulan ke depan menunggu kesesuaian jarak terdekat Bumi-Mars seperti yang sedang terjadi saat ini.
Itu artinya, Bridenstine pernah mengatakan, harus ada biaya tambahan lagi sebesar $ 500 juta dari nilai proyek Mars 2020 Perseverance. Anggaran NASA untuk proyek pencarian jejak kehidupan purba di planet Mars dan membawa pulang sampelnya ke Bumi ini sudah mencapai $ 2,7 miliar atau sekitar Rp 39 triliun.
Peluncuran yang akhirnya bisa dilakukan menandai kemenangan penting bagi NASA. Bukan saja karena keberhasilan sebelumnya oleh Al Amal dan Tianwen-1, tapi juga kecemasan kalau pandemi Covid-19 bakal menunda peluncuran lebih jauh hingga terlempar dari jendela peluncuran tersebut.
Bridenstine menyebut peluncuran itu luar biasa karena tepat waktu. "Ini sekaligus hari yang luar biasa untuk NASA," katanya saat konferensi pers setelah peluncuran.
Tapi, tak lama dari pemberian keterangan itu, NASA mengkonfirmasi Perseverance tergelincir ke status protektif 'safe mode'. Sebabnya, ada bagian pesawat yang sedikit lebih dingin daripada yang diharapkan saat Mars 2020 masih berada dalam bayangan Bumi.
Masalah lain yang juga sempat muncul, tapi kemudian diklaim telah teratasi yaitu proses komunikasi yang berjalan lambat. Beberapa jam pertama setelah peluncuran, meski tim bisa menerima sinyal yang dikirim pesawat, tapi tidak bisa memprosesnya secara tepat.
Matt Wallace, Wakil Ketua Proyek Mars 2020 Perseverance, menjelaskan miskomunikasi itu disebabkan NASA yang bersandar ke sistem yang disebut Deep Space Network. Sistem ini bahkan telah aktif tak lama setelah peluncuran, ketika pesawat belum masuk antariksa terlalu dalam.
Dan, karena Deep Space Network terbuat dari antena-antena yang massif dengan receiver yang super-sensitif, sinyal dari pesawat yang begitu dekat dengan jaringan bisa berujung meledakkan sistem. "Itu seperti seseorang berteriak langsung ke telinga Anda. Para insinyur perlu melakukan penyesuaian untuk memproses secara aktual informasi yang datang dari pesawat."
3. Roscosmos Sebut Venus Sebagai Planet Rusia