TEMPO.CO, Bandung — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, memaparkan potensi dari pengembangan bioavtur lokal buatan Indonesia, J2.4. Bioavtur ini dikembangkan bersama Pertamina dan ITB serta telah sukses digunakan dalam uji terbang perdana dari Bandung ke Jakarta dan kembali lagi ke Bandung pada Rabu 6 Oktober 2021.
Hadir secara daring dalam seremoni keberhasilan uji terbang perdana dengan Bioavtur J2.4 yang digelar di Hanggar 2 PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMF) itu, Airlangga menyatakan bahwa kelapa sawit lebih efisien dibandingkan sebagai bahan baku bioavtur, dibandingkan bahan baku alternatif lainnya. Dia membandingkannya dengan rapeseed, biji bunga matahari dan kedelai.
"Kelapa sawit lebih efisien dan produktivitasnya lebih tinggi dengan perbandingan 1 ton minyak sawit membutuhkan 0,3 hektare," katanya sambil memaparkan, "Rapeseed butuh 1,3 hektare, sun flower oil membutuhkan 1,5 hektare, dan soybean oil 2,2 hektare."
Airlangga mengatakan, sawit saat ini juga tengah mencapai harga tertinggi yakni 1.200 dolar AS per ton. Nilai tukar petani Rp 1.800-2.200 tandan buah segar per kilogram. Airlangga menghitung, dengan asumsi konsumsi harian avtur 14 ribu kiloliter maka potensi pasar bahan bakar bioavtur menembus Rp 1,1 triliun per tahun.
Untuk para pemrakarsa bioavtur dipastikannya pula bisa mendapatkan insentif pajak. Airlangga merujuk kepada kebijakan pemerintah memberikan super deduction tax untuk kegiatan-kegiatan industri yang terlibat dalam program pendidikan vokasi, meliputi kegiatan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan inovasi.
"Apakan itu PTDI, Pertamina, tergantung leading sector-nya, dan pemerintah bisa memberikan sampai 300 persen, dan kliringnya dari Ristek, dari BRIN,” kata dia sambil menambahkan harapannya, terjadi peningkatan kontribusi biofuel bagi transportasi udara.
Bioavtur J2.4 lahir dari penelitian bersama Pertamina dan Pusat Rekayasa Katalisis Institut Teknologi Bandung pada 2012 untuk pengembangan katalis Merah Putih untuk mengkonversi minyak inti sawit menjadi bioavtur. Pengujian bioavtur secara akademis dimulai di Fakultas Mesin dan Dirgantara ITB dalam skala laboratorium.
Kerja sama kemudian diperluas dengan melibatkan PT KPI (Kilang Pertamina Internasional) untuk uji produksi skala industri di Refinery Unit (RU) IV Cilacap untuk mengolah campuran RBDPKO (Refined, Bleached, and Deodorized Palm Kernel Oil) dan kerosin menggunakan katalis Merah Putih untuk memproduksi bioavtur 2,4 persen atau J2.4. Disusul dengan serangkaian pengujian hingga uji terbang perdana digelar menggunakan pesawat CN235-220 FTB milik PT Dirgantara Indonesia.
Serangkaian uji teknis dilakukan salah satunya uji statis di fasilitas milik GMF. Pengujian dilakukan mengikuti manual yang diterbitkan manufaktur mesin pesawat. Prosedur khusus juga dijalankan dalam testing agar avtur jet A1, bahan bakar avtur fosil, tidak bercampur dengan bioavtur J2.4. Hasilnya, performa keduanya diniai sangat dekat.
"Tidak ada perbedaan yang signifikan, sehingga bioavtur J2.4 diputuskan layak untuk menjalani tahapan uji non-statis ke pesawat CN235-220,” kata Direktur Utama GMF Andi Fahrurrozi, dikutip dari keterangannya, Rabu, 6 Oktober 2021.
Menteri ESDM Arifin Tasrif di depan pesawat CN235-220 FTB milik PT Dirgantara Indonesia di hanggar milik GMF di Bandara Soekarno-Hatta, Rabu 6 Oktober 2021. Pesawat itu baru saja melakukan penerbangan Bandung-Jakarta menggunakan bioavtur buatan lokal, J2.4. (FOTO/PTDI)
Uji terbang menggunakan bioavtur J2.4 pada mesin pesawat kanan CN235-220 FTB. Sementara mesin kiri dipasok bahan bakar fosil avtur Jet A1. Menurut Direktur Niaga, Teknologi, dan Pengembangan PTDI, Gita Amperiawan, pengembangan Bioavtur J2.4 telah memberikan hasil yang sesuai harapan karena fungsi pesawat semuanya normal, tidak ada perbedaan yang signifikan dengan penggunaan avtur Jet A1.
"Penggunaan Bioavtur J2.4 sudah relatif aman dan diharapkan kedepannya ada peningkatan presentase biofuel dalam campuran avtur, dengan tetap perlu dilakukannya penelitian jangka panjang terhadap penggunaan bahan bakar Bioavtur tersebut pada komponen mesin maupun sistem bahan bakar pesawat,” kata dia.
Baca juga:
Bioavtur Lokal di Sayap Kanan, Ini Hasil Uji Terbang Perdana Gunakan Pesawat PTDI