TEMPO.CO, Bandung - Indikasi anomali suhu di Samudera Pasifik yang menunjukkan fenomena El Nino belum muncul. Anomali yang dimaksud adalah meningginya suhu muka laut hingga di atas normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah, yang berdampak mengurangi curah hujan hingga terjadinya kemarau panjang di sebagian wilayah Indonesia.
Berdasarkan rilis dari model prediksi Badan Atmosfer dan Maritim Nasional Amerika Serikat (NOAA) pada pertengahan April lalu, peluang terjadinya El Nino sekitar 70 persen. Prediksinya, El Nino mulai terjadi Mei dan mengalami peningkatan secara peluang sampai 90 persen pada Agustus.
Pengamatan per akhir pekan ini, di bagian tengah Samudera Pasifik belum ada tanda merah yang menandakan kenaikan suhu permukaan laut. Yang terlihat justru kemunculan kenaikan suhu muk laut di bagian timur Samudera Pasifik dekat Peru dan barat dekat Papua. Adapun di Samudra Pasifik bagian utara ekuator ada sedikit warna hijau-biru, yang menunjukkan adanya pendinginan.
Peneliti klimatologi di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer di Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulishatin menyebut kondisi tiga titik dengan komposisi warna merah-biru-merah di Samudera Pasifik itu sebagai La Nina Modoki. “Ini menarik, di luar prediksi,” katanya.
Kebalikan dari El Nino, La Nina maupun La Nina Modoki berpengaruh bagi wilayah Indonesia membuat curah hujan meningkat dan membuat musim kemarau tetap basah. "Perkembangan ini akan terus diamati setiap pekan," kata Erma.
Anomali Ketika El Nino
Sebelumnya, berdasarkan prediksi sistem Kamajaya (Kajian Awal Musim Jangka Madya) yang dikembangkan oleh BRIN, Pulau Jawa akan banyak kehilangan hujan sepanjang Juni hingga September. Ini adalah kecenderungan untuk kehadiran El Nino.
Namun begitu, dari hasil kajian penelitian sebelumnya, anomali kejadian hujan menyertai ketika El Nino terjadi. “Khusus di selatan Jawa ada anomali karena ada peran pegunungan yang meningkatkan hujan,” ujar Erma.
Wilayah seperti Bogor justru hujannya akan meningkat ketika musim kemarau. Itu karena ada peran dari Gunung Gede dan Gunung Salak. Dari prediksi Kamajaya, Erma mengatakan, "Kemarau di Bogor dimulai Juni tapi sifatnya basah.” Lokasi lain yang terkena imbas anomali ketika terjadi El Nino yaitu Banten bagian selatan.
Jadi, menurut Erma, efek El Nino bisa tidak merata karena ada wilayah-wilayah tertentu yang hujannya malah meningkat. "Peran topografi di selatan Jawa terhitung kuat untuk memodulasi hujan harian, terutama sejak November sampai Januari."
Pilihan Editor: Guru Besar Undip Dipecat dari RS Kariadi Tinggalkan Antrean Operasi Pasien Epilepsi
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.