TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Hukum Adat (MHA) Punan Batu Benau Desa Sajau, Kecamatan Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara, meraih penghargaan Kalpataru 2024 kategori Penyelamat Lingkungan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Penghargaan ini diberikan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 574 Tahun 2024,” kata Bupati Bulungan Syarwani, di Tanjung Selor, Jumat, 24 Mei 2024, seperti dikutip kanto berita Antara.
Syarwani mengatakan, MHA Punan Batu Benau Sajau salah satu dari 10 penerima Kalpataru tahun ini. Keberhasilan ini merupakan hasil dedikasi dan komitmen masyarakat adat Punan Batu Benau Sajau menjaga dan melestarikan hutan adat mereka di hulu Sungai Sajau dan Gunung Benau.
Penghargaan itu, kata Syarwani, bukti nyata masyarakat adat Punan Batu Benau Sajau telah berhasil menjaga dan melestarikan hutan adat mereka dan berharap hal itu bisa inspirasi masyarakat lainnya berkontribusi dalam menjaga kelestarian lingkungan demi generasi penerus.
Penghargaan Kalpataru merupakan bentuk pengakuan negara atas jasa-jasa seseorang atau kelompok masyarakat dalam bidang pelestarian lingkungan hidup. Penghargaan ini dibagi dalam empat kategori, yaitu Perintis Lingkungan, Pengabdi Lingkungan, Penyelamat Lingkungan dan Pembina Lingkungan.
Suku Punan Batu Benau ini komunitas kecil yang secara administrasi berada di RT 11 Desa Sajau, Kecamatan Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan. Mereka hidup di sepanjang tepian hulu Sungai Sajau dan hutan di sekeliling Gunung Benau.
Lokasi hunian utama mereka berada di liang-liang goa yang tersebar di kawasan hutan Gunung Benau. Pada 2023 jumlah anggota suku ini sebanyak 35 Kepala Keluarga (KK) dengan 106 jiwa. Mereka hidup berpindah dari satu ceruk gua ke ceruk lainnya.
Suku ini bertahan hidup dengan mengandalkan sumber daya alam. Mereka berburu dan mengumpulkan ubi hutan dan buah-buahan, serta meramu tanaman obat, dan memanen madu liar.
Orang-orang Punan Batu diperkirakan setidaknya telah ada sejak 7.500 tahun yang lalu dan disebut sebagai saksi hidup sejarah dan budaya Kalimantan kuno. Mereka juga suku pemburu dan peramu terakhir di Kalimantan.