TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Keamanan Siber dan Forensik Digital dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, menganggap maraknya serangan siber ke perangkat android bukan semata akibat sistem operasi (OS) yang lemah. Jumlah pengguna yang besar juga membuat android menjadi incaran kejahatan digital.
“Ini perkara user yang lebih banyak dan peretas lebih merasa untung jika menyerang Android ketimbang yang lain," ujar Alfons saat dihubungi Tempo, Senin, 29 Juli 2024.
Survei spesialis keamanan siber global, Kaspersky, menunjukkan serangan ke android meningkat 50 persen dari 22,2 juta menjadi 33,8 juta pada 2023. Peningkatan frekuensi serangan tersebut ditengarai akibat pancingan konten iklan yang dirancang agar muncul secara otomatis. Survei tersebut menyimpulkan OS android sangat rentan terhadap serangan siber, seperti phising dan ransomware.
Menurut Alfons, kualitas OS antar perangkat sering dibandingkan dari waktu ke waktu. Ada kalanya OS android dianggap lebih lemah ketimbang iOS Apple. Peretas juga kerap menyerang OS Windows yang dianggap lebih lemah ketimbang Linux dan sejenisnya.
Mirip seperti android, Windows juga rentan diserang karena jumlah penggunanya yang besar. Peretas, kata Alfons, mempertimbangkan ketersediaan sumber daya ketika menyerang perangkat. “Kalau peretas hanya menyerang perangkat yang sedikit dipakai, maka peluang ruginya akan lebih banyak ketimbang untungnya.”
Baca juga:
Bagi Alfons, tidak ada OS yang bisa dinyatakan sebagai sistem paling aman, termasuk iOS Apple yang belakangan juga menjadi sasaran serangan siber. Keuntungan iPhone hanya soal OS yang lebih eksklusif sehingga tidak bisa dipasangi aplikasi yang tidak terkait dengan Apple.
Dia mengganggap selalu ada plus dan minus dalam penggunaan teknologi. Keamanan perangkat pada akhirnya ditentukan kemampuan use. “Secanggih apapun, kalau pengguna tidak paham keamanan siber sama saja bohong. Bisa dijebol juga," ujar Alfons.
Pilihan Editor: BKSDA Sumbar Catat Peningkatan Konflik Harimau Sumatera dalam 3 Tahun Terakhir