TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Pusat Riset Elektronika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Hana Arisesa menyebut terahertz (THz) dapat menjadi teknologi potensial yang dapat diimplementasikan di Indonesia. Alasannya, karena topik riset terahertz saat ini terus berkembang dan juga penerapannya dapat dimanfaatkan di berbagai bidang.
“Aplikasi teknologi THz sangat beragam, termasuk dalam bidang spektroskopi, pencitraan (imaging), astronomi, deteksi, pengujian, dan terutama sebagai teknologi potensial untuk komunikasi nirkabel masa depan," kata Hana dikutip dari siaran pers, Kamis, 8 Agustus 2024.
Lebih lanjut Hana menyebutkan bahwa potensi teknologi THz ini semakin terbuka lebar terutama dalam bidang telekomunikasi. Menurut dia, eksplorasi penggunaan teknologi THz dalam komunikasi nirkabel untuk memenuhi kebutuhan data yang semakin meningkat di masa depan sudah diteliti pada tahun 2000-an.
“Bahkan dari eksperimen yang dilakukannya dalam laboratorium, sukses mengirimkan data dengan kecepatan 32 Gbps. Dengan kecepatan ini, diperlukan hanya 0,5 detik untuk mengunduh suatu film berdurasi 2 jam dengan kualitas Ultra HD 4K. Sedangkan teknologi yang ada saat ini, masih membutuhkan waktu hingga 1 jam lamannya,” ungkap Hana.
Hana menjelaskan teknologi ini disebut terahertz karena beroperasi memanfaatkan pita frekuensi terahertz 100 GHz hingga 10.000 GHz, yang terletak di antara pita frekuensi gelombang mikro (microwave) dan inframerah. Oleh karena itu, THz sering disebut juga sebagai teknologi inframerah jauh (far-infrared).
Dalam sejarah perkembangannya sejak awal abad ke-20, teknologi THz telah digunakan meskipun dalam beberapa bidang aplikasi saja, seperti spektroskopi dan astronomi. Kini, kata Hana, dengan semakin berkembangnya teknologi, peluang pengembangan teknologi THz sangat terbuka lebar walaupun teknologi ini belum banyak digunakan secara luas.
Menurut Hana, keberadaan THz di antara microwave dan inframerah, atau disebut Terahertz Gap, memiliki energi foton yang lebih besar dari microwave, tetapi jauh lebih kecil dari sinar-X. Dengan karakteristik ini, THz tidak mengionisasi fitur-fitur jaringan yang terkena radiasi.
Dia menambahkan, beberapa riset menunjukkan pemanfaatannya yang potensial sebagai pengganti sinar-X. “Ini menjadi salah satu karakteristik THz dan radiasi ini mudah diserap oleh molekul air daripada microwave, sehingga nanti dengan karakteristik ini bisa digunakan untuk pencitraan,” terangnya.
Hana berpesan bahwa dalam riset teknologi THz dibutuhkan kolaborasi dari seluruh agen pentahelix, yaitu pemerintah, industri, universitas, masyarakat, serta kolaborasi baik internasional maupun regional. “BRIN sebagai orkestrator riset nasional perlu berperan sebagai enabler riset THz tingkat nasional bahkan global."
Pilihan Editor: Digempur Drone, Roket, dan Rudal, Israel Inginkan Senjata Laser Melapis Iron Dome