TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mendeklarasikan Kawasan Cagar Alam Mutis Timau menjadi Taman Nasional Mutis Timau pada Minggu, 8 September 2024.
Pendeklarasian ini dilaksanakan secara hybrid di dua lokasi berbeda, yakni di Bali, yang dihadiri oleh Menteri LHK, President and CEO of the Bezos Earth Fund (BEF) Andrew Steer dan Senior Fellow BEF Lord Zac Goldsmith.
Selain itu pendeklarasian dilakukan di Taman Nasional Mutis Timau, tepatnya di Fatumnasi, yang dihadiri oleh Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Satyawan Pudyatmoko dan Penjabat Bupati Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT), Seperius Edison Sipa.
Dalam sambutannya, Menteri Siti menekankan pentingnya pelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati di kawasan Taman Nasional Mutis Timau. “Taman Nasional Mutis Timau bukan hanya menjadi paru-paru bagi Nusa Tenggara Timur, tetapi juga menjadi simbol sekaligus implementasi penting upaya kita dalam menjaga kekayaan alam Indonesia yang memiliki keunikan biodiversitas, harus dilestarikan demi generasi mendatang,” kata Menteri Siti dikutip Tempo dari siaran pers, Senin, 9 September 2024.
Taman Nasional Mutis Timau menjadi taman nasional ke-56 di Indonesia melalui Keputusan Menteri LHK Nomor 96 Tahun 2024 tentang Perubahan Fungsi Dalam Fungsi Pokok Cagar Alam Mutis Timau menjadi Taman Nasional dan Perubahan Fungsi Antar Fungsi Pokok Kawasan Hutan Lindung Mutis Timau Menjadi Taman Nasional di Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi NTT.
Dalam keputusan tersebut, disebutkan kawasan Taman Nasional Mutis Timau memiliki luas kurang lebih 78.789 hektare. Sebelumnya, kawasan TN Mutis Timau adalah kawasan Cagar Alam Mutis Timau yang memiliki luas 12.315 hektare dan kawasan hutan lindung seluas 66.473 hektare, yang termasuk dalam tiga kabupaten, yakni Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara, dan Kabupaten Kupang.
Mutis Timau menjadi rumah bagi berbagai jenis keanekaragaman hayati yang unik, di antaranya adalah keberadaan ampupu (Eucalyptus urophylla), yaitu jenis tumbuhan endemik yang penyebaran alaminya ada di NTT.
Ampupu juga mengandung minyak atsiri yang berkhasiat sebagai anti bakteri, anti virus, anti inflamasi, analgesik, anti infeksi, insektisida dan ekspektoran, juga menjadi sumber plasma nutfah bagi kesejahteraan masyarakat setempat. Selain itu, Mutis Timau menjadi rumah bagi 88 spesies burung, 8 spesies mamalia, termasuk Kus-Kus dan Rusa Timor yang dilindungi.
Satyawan mengarahkan pengelola taman nasional untuk menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, seperti Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Pemerintah Kabupaten, BUMN/BUMD, media, pihak swasta, akademisi, juga masyarakat sekitar kawasan.
“Salah satu strategi dalam pengelolaan TN Mutis Timau ini adalah pelibatan masyarakat di sekitar kawasan, termasuk masyarakat adat. Peran serta masyarakat ini diharapkan menjadi salah satu pengungkit peningkatan ekonomi, sehingga dapat mewujudkan hutan lestari dan masyarakat sejahtera,” kata Satyawan.
Pilihan Editor: Server e-Meterai Peruri Down dan Kemungkinan Penyebabnya, Ide Limbah Tulang Hewan untuk Filtrasi dari UGM di Top 3 Tekno