TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menciptakan bahan plastik yang ramah lingkungan. Berbeda dengan plastik-plastik pada umumnya, ciptaan LIPI ini memanfaatkan bahan nabati.
“Jadi bisa 100 persen terurai,” kata peneliti Pusat Penelitian Kimia LIPI, Agus Haryono, di Jakarta pada Kamis, 3 Maret 2016. Plastik ini pun dapat dengan mudah diuraikan bakteri.
Selama ini, kebanyakan plastik terbuat dari minyak bumi yang sulit terurai. Belum lagi, pabrik juga menambahkan bahan-bahan kimia, seperti plasticizer, stabilizer, filler, dan flame retardant, yang membuat keawetan plastik semakin bertambah. Tak ayal, sampah-sampah plastik ini dapat bertahan lama dan memenuhi lahan, baik di darat maupun lautan.
Memang sudah ada plastik oxo degradable yang dapat terurai dalam jangka waktu beberapa tahun karena mengandung katalisator berbahan logam. Namun penguraian yang terjadi tak sempurna hingga meninggalkan sisa plastik berukuran kecil kurang dari 1 sentimeter.
Plastik kecil ini dapat termakan organisme, terutama yang hidup di laut. Nah, bila hewan itu tersantap manusia, dapat menimbulkan penyakit berbahaya seperti kanker.
“Karena itu, kami membuatnya dari bahan yang terbarukan dan sepenuhnya alamiah, seperti gula, pati, dan tandan sawit,” ujar Agus. Bahan-bahan ini memiliki pori permukaan yang tak sepadat bahan sintetis sehingga memudahkan bakteri pengurai untuk masuk. Salah satu contohnya adalah bahan poliasamlaktat yang terbuat dari fermentasi tandan sawit.
Namun plastik ramah lingkungan ini masih sepenuhnya berada pada tahap laboratorium. Untuk masuk tahap industri, menurut Agus, masih akan terbentur masalah rendemen dan efisiensi proses yang rendah. Selain itu, biaya yang dibutuhkan pun bisa mencapai tiga kali lipat dari plastik biasa.
Agus mengatakan saat ini memang sudah ada industri skala kecil yang membuat plastik berbahan tapioka. Namun sampai saat ini industri tersebut masih mengalami kerugian.
Bila kendala sudah teratasi, plastik bio degradable ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk botol minuman dan kemasan makanan. Di negara-negara maju, seperti Jepang dan Belanda, plastik semacam ini sudah diterapkan untuk kemasan perlengkapan medis.
URSULA FLORENE