TEMPO.CO, Jakarta - Melalui inovasi serta aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi, lima mahasiswa multidisiplin Universitas Gadjah Mada atau UGM membuat alat untuk meningkatkan produktivitas, kualitas dan memperpanjang umur simpan madu nabati kelapa. Alat itu bisa dimanfaatkan oleh para produsen madu nabati.
Melansir laman UGM, lima mahasiswa yang terlibat adalah Muhammad Haris Yulianto (Fakultas Teknologi Pertanian 2020), Farrizh Noer Abdiellah (Fakultas Teknik 2020), Yasmeen Afifah Nurbakhsy (Fakultas MIPA 2020), Laila Mukarromah (FMIPA 2020) dan Fauzan Naufal Taqiy Susanto (FMIPA 2022).
Tim yang didampingi oleh dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengatahuan Alam, Mokhammad Fajar Pradipta itu mengembangkan alat yang berfungsi untuk mempermudah mitranya dalam mengaduk nira kelapa selama proses produksi. Alat dilengkapi dengan tekanan vakum sehingga uap air di dalam pemanas dapat dibuang keluar untuk meminimalisir kadar air maupun penguapan pada produk.
Kelompok Wanita Tani (KWT) Nira Lestari di Dusun Semen, Desa Trenten, Kecamatan Candimulyo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah menjadi mitra tim untuk mengembangkan inovasi tersebut. KWT Nira Lestari bergerak di bidang pengolahan buah kelapa dan telah mengantongi sertifikat produksi pangan industri rumah tangga atau SPP-IRT pada 21 Januari 2016.
Selama berproduksi, KWT Nira Lestari telah mengembangkan berbagai olahan dari buah kelapa, salah satunya madu nabati kelapa. Produk ini dibuat dari nira kelapa yang dipanaskan pada suhu tertentu tanpa melalui proses fermentasi dan mengandung indeks glikemik rendah, berkisar antara 35 sampai 42.
Madu nabati kelapa ini sangat diminati masyarakat karena dapat menggantikan madu konvensional dan memiliki manfaat dan cita rasa yang khas. Namun, produktivitas KWT Nira Lestari masih terbatas oleh beberapa faktor.
Pertama, proses produksi masih manual. Madu nabati kelapa dimasak dan diaduk terus-menerus selama 1 jam, sehingga menimbulkan kelelehan kerja yang cukup tinggi.
Setelah itu, proses penyaringan harus dilakukan berulang kali karena paparan lingkungan akibat risiko memasak di tempat terbuka. Lalu, proses pengemasan produk juga kurang steril karena madu nabati harus didiamkan di tempat terbuka sebelum dikemas. Akibatnya, risiko kontaminasi mikroorganisme jadi tinggi dan dapat merusak kualitas produk.
Penerapan alat terobosan ini dapat membantu pekerjaan KWT Nira Lestari jadi lebih efisien. Jika sebelumnya proses mengaduk nira kelapa dilakukan secara terus menerus hingga 1 jam, alat ini mampu menggantikan pengadukan manual dengan adanya agitasi pada alat pemasakan. Sedangkan untuk proses penyaringan, kini hanya dilakukan 1 kali saja di awal pemasakan. Hal ini berkat adanya inkubator sterilisasi, yakni tambahan lampu UV dan ozone generator yang mampu menjaga kualitas produk dan meminimalisir paparan mikroorganisme.
Dengan demikian, umur simpan madu nabati yang awalnya kurang dari 1 bulan menjadi lebih dari 1 bulan. Penggunaan alat bikinan mahasiswa ini juga dapat meningkatkan kapasitas dari yang awalnya hanya 10 liter nira menjadi 20 liter atau dua kali lipat.
Ketua KWT Nira Lestari, Yuni Setyaningsih mengatakan mereka terbantu oleh alat tersebut karena mengurangi beban kerja anggota. "Kemudian pemasakan yang tersambung dengan inkubator sterilisasi mampu menjaga produk agar tetap steril dan terbukti dengan uji laboratorium mampu meningkatkan kualitas dan umur simpan produk," ujarnya pada 29 Agustus 2023.
Selain itu, kata Yuni, alat ini membantu meningkatkan jumlah produksi madu nabati kelapa sehingga dapat didistribusikan ke luar Kabupaten Magelang. "Kerennya anak-anak UGM ini datang ke kami dengan membawa telinga, bukan hanya datang sekadar membawa solusi,” kata dia.
Inovasi tim ini pun berhasil memenangkan dana hibah melalui Program Kreativitas Mahasiswa Penerapan IPTEK (PKM-PI) oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi tahun 2023.
Pilihan Editor: Cerita Apia, Anak Petani Gunung Lawu Penerima Beasiswa S1-S3 di UGM