TEMPO.CO, Jakarta - Operasi modifikasi cuaca yang dilakukan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau BMKG dijadwalkan rampung hari ini, Senin, 10 Juni 2024. Operasi hujan buatan ini sudah berlangsung sejak Kamis, 30 Mei 2024, dengan sasaran mengisi 35 waduk yang ada di Pulau Jawa, mengantisipasi dampak kekeringan puncak kemarau.
BMKG menyatakan di awal operasi lalu bahwa musim kemarau dengan kondisi hari tanpa hujan sudah terjadi di sebagian wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Operasi direncanakan berlanjut ke pulau lain pada tahun depan.
"Pulau Jawa menjadi pilot project Operasi Modifikasi Cuaca pada tahun ini," kata Pelaksana tugas Deputi Modifikasi Cuaca BMKG, Tri Handoko Seto, menerangkan saat dihubungi Tempo pada Jumat, 7 Juni 2024. Alasan lain, ditambahkannya, "Karena keterbatasan ketersediaan armada pesawat TNI yang digunakan untuk operasi."
Seto menyampaikan modifikasi cuaca untuk mendatangkan lebih banyak hujan sebagai upaya mengatasi efek El Nino beberapa bulan terakhir. Sejumlah air di waduk atau bendungan strategis yang dikelola Kementerian Pekerja Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), menurut dia, terdampak fenomena dari Samudera Pasifik ini.
Karenanya, Seto menjelaskan, Operasi Modifikasi Cuaca dilakukan supaya ketersediaan air untuk mengaliri irigasi saat masa tanam pertanian periode kedua di Jawa bisa terpenuhi. Operasi melibatkan empat posko yang tersebar di Jakarta, Bandung, Solo, dan Surabaya.
Hasilnya, Seto mengklaim, secara umum terjadi peningkatan intensitas curah hujan di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. "Tiga provinsi ini menjadi target operasi OMC saat ini," ucap Seto memaparkan. Sedangkan untuk level peningkatan air waduk pasca-operasi, Seto mengatakan masih dalam tahap perhitungan.
Waduk menjadi sarana yang paling penting untuk mengisi lahan pertanian warga di Pulau Jawa. Salah satu yang terbesar adalah Bengawan Solo yang mengisi sebagian besar irigasi di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Seto menyebut daerah aliran Sungai Bengawan Solo menjadi prioritas saat operasi digelar. Menyusul beberapa sungai besar lainnya seperti di Citarum, Cimanuk, dan Cisanggarung. Selanjutnya Sungai Serayu, Pemali - Juana, dan Brantas.
Ihwal modifikasi cuaca akan diperpanjang atau tidaknya, Handoko menyatakan masih menunggu hasil evaluasi hingga hari terakhir operasi hari ini. Seluruh keputusan akan didapatkan setelah adanya pertimbangan potensi cuaca selanjutnya dan meninjau hasil penambahan air atau kapasitas tampungan di waduk.
Lebih lanjut, dia menuturkan kalau hambatan selama OMC masih seputar ketersediaan awan-awan potensial hujan yang sedikit. "Sebab sudah memasuki akhir masa transisi hujan dan musim kemarau," kata dia.
Efektivitas Hujan Buatan Berbiaya Mahal Dipertanyakan
Terpisah, Ketua Tim Variabilitas Perubahan Iklim dan Awal Musim di Badan Riset dan Inovasi Nasioal atau BRIN, Erma Yulihastin, mengatakan operasi modifikasi cuaca untuk pengisian waduk harus disesuaikan dengan kebutuhan setiap lokasi. Dia menunjuk masih ada potensi kemarau basah atau potensi hujan di tengah musim kering.
Menurut analisis Erma, potensi hujan dan cuaca basah ada di kawasan utara Gunung Semeru, sebelah barat Gunung Salak, serta wilayah Magelang-Boyolali-Temanggung. Beberapa lokasi tersebut dianggap tidak akan terpengaruh oleh musim kemarau.
Lalu, potensi La Nina dengan intensitas lemah sangat berpeluang terjadi pada Oktober hingga Desember 2024. La Nina mampu meningkatkan curah hujan di berbagai wilayah di Indonesia.
“Jadi harus diperhatikan dengan seksama modifikasi cuaca ini,” ucap Erma sambil menambahkan, “Sebab biaya yang harus dikeluarkan itu cukup besar untuk sekali operasi."
Pilihan Editor: Cara Ganti Font Nama di WhatsApp dan PPDB Jakarta yang Mulai Pilih Sekolah di Top 3 Tekno