TEMPO.CO, Bogor - Dugong adalah mamalia laut yang dilindungi. Jumlahnya di Indonesia saat ini masih belum dapat dipastikan. Musababnya, survei dan kajian yang dilakukan tentang dugong masih sangat terbatas.
Menurut Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, Agus Dermawan, pada 10 tahun lalu dugong di perairan Indonesia tinggal seribu ekor.
“Tak seimbangnya eksploitasi dan reproduksi sudah mulai mengkhawatirkan,” kata dia usai Simposium Nasional Dugong dan Habitat Lamun 2016, di IPB International Convention Center, Bogor, Rabu, 20 April 2016.
Padahal, Agus mengatakan, keberadaan dugong sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem laut. Dugong, biasanya hidup di dekat padang lamun atau seagrass. "Lamun adalah makanan utama dugong," ujarnya.
Padang lamun dan dugong berkaitan erat untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Jika salah satunya hilang, maka ekosistem bisa rusak.
Peneliti dugong dan padang lamun dari Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Wawan Kiswara, mengatakan pada 1917 ekosistem padang lamun di Eropa punah dan tak bisa direhabilitasi hingga sekarang. “Jangan sampai itu terjadi di Indonesia,” kata dia.
Selain dugong, Wawan mengatakan, banyak sekali bibit ikan di padang lamun. Ikan yang hidup di sana antara lain ikan baronang, teripang, dan rajungan. “Ekosistem di Padang Lamun itu kaya sekali,” kata Wawan.
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Luky Adrianto, mengatakan nilai ekologis dugong jauh lebih penting dibanding nilai ekonomisnya. Ia mengatakan keberadaan dugong bukan semata untuk kebutuhan manusia, tetapi juga keseimbangan alam.
Rusaknya keseimbangan alam akibat langkanya dugong, kata dia, jauh lebih besar dari nilai ekonomis yang biasa dihitung. “Memang sulit untuk menyamakan pengertian antara nilai ekologis dan ekonomis, tapi ini sangat penting,” kata dia.
Di Indonesia, dugong dilindungi ole Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya. Selain itu, ada juga Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Mulai tahun ini, Indonesia mendapatkan dana hibah untuk konservasi Dugong. Dana tersebut berasal dari beberapa lembaga non profit, yakni Global Environment Facility (GEF), United Nations Environment Programme (UNEP), The Convention on the Conservation of Migratory Species of Wild Animals (CMS), dan Mohamed bin Zayed Species Conservation Fund.
Indonesia mendapat dana sebesar US$ 829.353,2 atau sebesar Rp 11 miliar untuk digunakan dalam program Dugong and Seagrass Conservation Project (DSCP) selama tiga tahun.
DSCP adalah program regional yang dilaksanakan di tujuh negara. Selain Indonesia, ada enam negara lain, yakni, Malaysia, Srilanka, Mozambik, Madagaskar, Timor Leste, dan Vanuatu.
TRI ARTINING PUTRI