TEMPO.CO, Bandung - Kelompok Penelitian Perubahan Iklim dan Sumber Daya Air, Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) membuat pemodelan Jakarta Tenggelam. Berdasarkan hasil analisis penelitian, tenggelamnya suatu pulau kecil atau lokasi tertentu dipengaruhi oleh faktor perubahan iklim, astronomi, geologi, dan manusia.
“Kami jelaskan ketenggelaman Jakarta seperti apa,” kata anggota tim dari LAPAN, Lilik Slamet, yang dihubungi Senin, 16 Agustus 2021.
Dalam laporan tim terdiri dari 12 peneliti itu, Jakarta diperkirakan akan mengalami rendaman setinggi 5,41164 meter pada 2031, atau sepuluh tahun ke depan. Luas area yang terendam berdasarkan hasil pemodelan, yaitu 13.942,53 hektare dari total luas wilayah Jakarta 66 ribu hektare. Penyebabnya, perubahan muka laut, faktor pasang surut, dan penurunan tanah.
Adapun pada 2041, ketinggian genangan terus naik menjadi 6,64584 meter. Hasil overlay dengan data ketinggian tanah, luasan genangannya saat itu bertambah lagi menjadi 17.837,12 Ha.
“Kasus dimana Jakarta tenggelam wacananya akibat perubahan iklim,” kata Lilik. Faktor perubahan iklim seperti ditandai oleh gletser atau bongkahan tebal es di kutub utara yang mencair akan menambah volume air laut dan genangan air laut.
Kenaikan muka laut, menurut kajian tim LAPAN, diketahui tidak seragam di seluruh dunia, melainkan berbeda antar lokasi. Dari data hasil observasi maupun model penelitian lain, permukaan laut rata-rata secara global telah meningkat 21-24 sentimeter sejak 1880. Sepertiga kenaikannya terjadi pada 2,5 dekade terakhir.
Pada periode 1993-2020 kenaikan rata-rata muka laut 3,42 milimeter per tahun, sementara di Samudera Indonesia menunjukkan peningkatan sebesar 3,11 mm/tahun. Selain itu, menurut Lilik, ada potensi penurunan tanah di Jakarta akibat dari eksplorasi air tanah, dan beban dari gedung, perkantoran, perumahan.
Sementara dari aspek geologis, lahan atau tanah Jakarta terbentuk dari endapan sedimen hasil aliran 13 sungai yang bermuara ke pantai Teluk Jakarta. “Sifatnya urai dan tidak merata sedimentasinya,” kata dia.
Tambahan lain faktor astronomi seperti yang terjadi secara berkala. Bulan purnama bisa membuat pasang laut tinggi hingga menyebabkan rob walau tidak hujan. Kemudian ada siklus 18,6 tahunan dari pergeseran orbit bulan terhadap bumi yang secara alami juga akan mempengaruhi ketinggian pasang-surut laut di bumi.
“Diperkirakan pada 2023-2034 itu adalah tahun dimana terjadi puncak siklus pergeseran orbit bulan,” ujar Lilik.
Perkiraan distribusi daerah terendam (biru) di Jakarta pada 2031 dan 2041. LAPAN.
Faktor astronomi lain yang terkait pemanasan global adalah matahari pada siklus 11, 22, dan 44 tahun. Akibatnya intensitas radiasi matahari akan relatif tinggi dan berdampak pada suhu di bumi. Setiap tahun juga posisi bumi pada Januari jaraknya lebih dekat dengan matahari dibandingkan biasanya, dan pada 5 Juli menjadi yang terjauh.
Keterangan LAPAN itu ikut menanggapi pernyataan dari Presiden Amerika Serikat Joe Biden dalam pidatonya awal Agustus lalu yang menyebut Jakarta akan tenggelam 10 tahun lagi akibat kenaikan muka laut. Sebelum LAPAN, ahli kelautan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Hamzah Latief menanggapinya dengan mengatakan, ada beberapa parameter yang menekan wilayah pesisir Indonesia.
Banjir rob di dermaga pelabuhan kali Adem, Muara Angke, Jakarta, Jumat, 1 Januari 2021. Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberikan peringatan dini cuaca akan berpotensi hujan disertai angin kencang dan kilat atau petir. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Tekanan itu dari sisi geologi dan hidrometeorologi, seperti tsunami, gempa, longsor, likuifaksi, sedimentasi, penurunan tanah, abrasi, pasang surut air laut, gelombang ekstrem. ”Parameter laut dengan atmosfer berperan penting dalam kajian wilayah pesisir,” ujar pakar tsunami itu.
Ketinggian rata-rata muka air laut Indonesia yang sekitar 6 milimeter per tahun menurutnya, tidak terlalu mengkhawatirkan mengancam Jakarta tenggelam jika dibandingkan dengan parameter oseanografi sesaat. Misalnya saat terjadi La Nina, suhu naik di Pasifik Barat dan terjadi kenaikan muka laut 10-15 sentimeter, serta curah hujan lebih besar.
Baca juga:
Lima Tahun Satelit LAPAN-A3 Mengamati Bumi, Simak Data yang Dikumpulkan